Bab II
Selamat Datang Di Anchor Bay!
Titus Jones mengemudi terus sepanjang malam, mengaku terlalu bergairah akan bertemu dengan saudaranya untuk hal-hal sepele seperti tidur. Fajar mulai menyingsing ketika truk besar itu melintasi jalan bebas hambatan yang berkabut. Lampu-lampu dari desa nelayan kecil Anchor Bay berkilauan bagai permata di tengah langit pagi yang kelabu.
Anak-anak telah mengundi siapa di antara mereka yang dapat tidur di dalam kabin truk yang hangat. Pete menang dan pada awalnya Jupiter dan Bob menyesali nasib buruk mereka. Namun mereka segera kembali ke semangat petualangan mereka dan memutuskan bahwa mereka lebih baik meringkuk di dalam kantong tidur di bawah terpal yang melindungi barang bekas Atticus Jones daripada berdesak-desakan di antara bibi dan paman Jupe -- terlebih lagi dengan reputasi Bibi Mathilda akan dengkurnya, yang menurut Jupe dapat membangunkan orang mati!
Jupiter terbangun ketika ia merasa truk melambat saat memasuki batas kota Anchor Bay. Ia menguap dan meregangkan badan seperti seekor kucing gemuk, kemudian menggoyang-goyangkan Bob hingga terbangun. Anak yang lebih kecil dan bertampang serius itu mengerang di dalam kantung tidurnya.
"Pergi... Jika kau punya perasaan sedikit saja, kau akan membiarkanku tidur seminggu lagi!"
Jupiter tersenyum dan membuka beberapa ikatan terpal di dekatnya. Ia menyingkapkan sebagian terpal dan memunculkan kepalanya di hawa pagi yang dingin. Bob akhirnya menyerah dan mengeluarkan kepalanya dari dalam kantung tidur bagaikan seekor kura-kura.
"Hari sudah terang namun otakku berkata aku seharusnya masih tidur," gerutunya.
"Kita sekarang secara resmi berada di Oregon," lapor Jupiter. "Mari berharap Paman Atticus telah menyiapkan sarapan besar untuk kita. Aku kelaparan!"
Bob menyeringai. "Seperti kata Pete: aku setuju sepenuhnya!"
Kedua anak itu menyaksikan pelabuhan tua di belakang mereka mulai beraktivitas. Di sebelah kiri mereka, tertutup oleh kabut pagi, nampak toko-toko yang termakan cuaca dengan papan nama mengiklankan umpan dan kail, yang bersebelahan dengan toko-toko roti tua yang menjual makanan dan minuman dingin. Di sebelah kanan mereka terdapat dermaga panjang yang menuju ke laut tempat jala-jala sedang dimuat oleh para nelayan yang mengenakan jas hujan kuning, bersiap-siap akan hari panjang di atas air, memeriksa perangkap udang karang dan, lebih jauh ke laut, berburu ikan salem dan tuna.
Jupe merasa kesunyian kota itu mencekam, tidak ada yang bangun sepagi ini kecuali para nelayan. Ia menatap dengan takjub sementara para lelaki itu, dengan jas hujan, topi, dan sepatu lars karet, membuka tambatan perahu mereka dan menjauh masuk ke dalam teluk yang berkabut.
Di kabin depan Paman Titus sedang berjuang dengan selembar peta, berusaha menemukan jalan kecil yang menuju ke rumah adiknya. Setelah tanpa hasil berusaha mengemudi dan mengikuti peta sekaligus, ia akhirnya membangunkan Pete dan menugaskannya mempelajari peta. Sebagai tim mereka menemukan jalan yang benar dengan cepat. Pete sepertinya selalu tahu tujuan yang tepat bahkan jika ia belum pernah berada di kota itu sebelumnya.
Truk barang bekas itu berbelok ke kiri dan terguncang-guncang di sepanjang jalan tanah yang kecil dan curam, mengarah ke laut. Jupiter menduga rumah Paman Atticus berada tepat di atas air.
Jupe merasa puas ketika melihat pengamatannya sebagian benar. Kediaman Atticus Jones adalah sebuah rumah kecil yang tidak berbeda dengan kediaman para nelayan yang tinggal di daerah itu. Orang-orang sederhana itu lebih memilih tempat tinggal yang praktis dan sederhana pula daripada sesuatu yang megah dengan kemewahan yang tidak perlu. Cuaca yang keras dan air laut yang mengandung garam menuntut rumah yang kokoh dan kasar. Kediaman Atticus Jones nampak terpelihara dengan baik meskipun Jupe mendapat firasat bahwa Bibi Mathilda akan menyuruh anak-anak menyapukan cat baru sebelum liburan itu berakhir.
Di sebelah rumahnya terdapat sebuah perahu besar berwarna biru dengan garis putih yang nampak cukup besar untuk ditinggali. Perahu itu tertambat di dinding tebing laut, tiga meter ke bawah, dan bisa dicapai melalui tangga kayu yang menuju ke sebuah dermaga kecil. Tertulis dengan huruf-huruf rapi di bagian belakang perahu nama "Pembalasan Ratu Anne." Jupiter menduga bahwa perahu itulah yang digunakan pamannya untuk menyelam dan juga, hampir pasti, mencari nafkah.
Paman Titus menghentikan truk di depan pintu dan mematikan mesin. Ia telah memarkir truk di samping sebuah mobil barang tua. Kendaraan merah berkarat itu pastilah milik Atticus Jones.
Bibi Mathilda keluar perlahan-lahan dari dalam truk, bergerak dengan kikuk dengan sendi-sendinya yang kaku. Titus, sebaliknya, keluar dengan penuh semangat, menyerukan nama adiknya.
"Atticus Jones! Di mana kau, Penjahat Tua? Tunjukkan dirimu, Perompak, atau aku terpaksa menaikkan bendera tengkorakku dan menyerbu rumahmu, merampok daging dan telurmu!"
Jupiter berdiri di jalan tanah dengan tangan di pinggang dan mendengarkan, kepalanya miring ke satu sisi. Tidak ada jawaban dari dalam rumah dan suara Paman Titus yang menggelegar hanya membuat gugup sekelompok gagak yang hinggap di atap rumah Atticus. Burung-burung itu berkaok-kaok marah kepada mereka dan terbang menjauh dengan bulu-bulu bergemerisik.
"Demi para malaikat!" desis Bibi Mathilda. "Kau akan membangunkan semua tetangga, Titus Jones!"
"Siapapun yang tinggal sedekat ini dengan air akan bangun sepagi matahari, Sayang!" seru paman Jupiter. "Nelayan yang masih tidur sesiang ini sebaiknya tinggal saja di ranjang -- tidak ada tempat bagus yang tersisa untuknya!"
"Mungkin ia sedang keluar atau ada di belakang," kata Bob.
"Kalau dia manusia normal, tentulah dia masih tidur," gumam Pete.
"Atticus selalu bangun ketika fajar merekah sejak kami masih kanak-kanak," jawab Paman Titus. "Dia jelas tidak normal tapi aku tidak menyangka bahwa dia lupa kita datang hari ini."
Bibi Mathilda telah mencapai batas kesabarannya. Dengan gerutuan dan menggumamkan "sama saja!" wanita itu bergegas menuju ke balik rumah untuk mencari tuan rumah mereka.
"Mungkin kita harus..." Bob hendak mengusulkan untuk membawa barang-barang mereka masuk ketika ia melihat raut wajah Jupiter. Remaja gempal itu tengah sibuk mencubiti bibir bawahnya -- suatu tanda yang dikenal baik oleh Bob dan Pete -- Jupiter sedang memikirkan sesuatu dengan serius. Itu adalah kebiasaan Penyelidik Pertama jika ia sedang berpikir keras. Seringkali ia sendiri bahkan tidak sadar ia melakukan hal itu.
"Ada apa, Bob?" tanya Pete sambil menyentuh ujung jari-jari kakinya, berusaha meregangkan kaki dan lututnya yang pegal, terbentur-bentur di kabin truk sepanjang malam.
"Kurasa ada yang dipikirkan Jupe. Apa yang kau lihat, Pertama?"
Jupiter mendekati pintu depan rumah kecil itu sambil meletakkan jari di bibir. Ia berpaling dan berbisik kepada Pete. "Dua, pergi ke belakang dan cari Bibi Mathilda. Dan jaga agar ia tetap tenang."
Pete sama sekali tidak ragu-ragu. Ia percaya akan firasat Jupe. Remaja jangkung itu bergegas mengelilingi rumah, berjingkat-jingkat agar menimbulkan suara sepelan-pelannya.
"Ada apa, Jupiter?" tanya Paman Titus. Kekhawatiran terdengar di suaranya.
"Pintu depan sedikit terbuka," kata Jupiter. "Sebaiknya kita bergerak dengan hati-hati hingga kita tahu apa yang sedang berlangsung dan apa yang telah terjadi terhadap Paman Atticus."
"Kau kira ia ada dalam bahaya?" tanya Bob.
"Sebaiknya kita tidak berspekulasi sampai kita selidiki lebih lanjut," kata Jupiter. Ketika Pete telah membawa Bibi Mathilda yang terbelalak kembali ke depan rumah, Jupe memberi aba-aba kepada Bob, Pete, dan Paman Titus.
"Data, tinggal di sini bersama Bibi Mathilda. Paman Titus dan Dua akan bergerak di setiap sisi rumah, menuju ke balik rumah dan Pembalasan Ratu Anne sementara aku masuk melalui pintu depan."
"Apa yang harus kita lakukan jika menjumpai seseorang?" tanya Pete gelisah.
Jupiter diam selama beberapa saat, memikirkan tanda yang baik. Ia mengangkat bahu. "Berkaoklah seperti seekor gagak."
"Hati-hati, Anak-anak," kata Bibi Mathilda, "mungkin saja ada seorang pencuri. Jika kalian mengejutkannya, ia bisa saja melakukan tindakan nekat."
"Wah, aku tidak berpikir ke situ," Pete mengernyit seraya mengendap-endap di sisi rumah.
Begitu berada di dalam rumah pamannya, Jupiter menyipitkan mata dan menunggu hingga terbiasa dengan bagian dalam rumah yang remang-remang. Sambil berjingkat-jingkat di dalam rumah yang sunyi, ia dapat melihat sosok-sosok besar di dalam bayang-bayang, tumpukan-tumpukan rongsokan dari laut, dan peralatan menyelam. Di latar belakang terdengar bunyi laut yang terus-menerus.
Tiba-tiba dari balik keremangan terdengar suara pintu ditutup secara perlahan. Jupe berhenti sejenak di tengah rumah dan mengamati sekelilingnya. Remaja gempal itu menahan nafas dan menunggu suara lain terdengar. Matanya menelusuri tumpukan barang bekas yang diambil dari laut. Sepertinya Paman Atticus mempunyai barang bekas sebanyak Paman Titus -- hanya saja miliknya berada di dalam rumah!
Ada beberapa peta pelayaran antik di dalam bingkai kayu buatan tangan. Ada jangkar-jangkar berkarat yang berasal dari kapal yang telah lama tenggelam, tergeletak di samping tumpukan peluru meriam. Bahkan ada pula sebuah pakaian selam model kuno yang digunakan untuk menyelam di laut dalam, lengkap dengan helm tembaga dan katup-katup bundar. Helm itu serupa dengan yang mereka bawa dari Rocky Beach.
Jupe mendekati pakaian kuno itu, yang tergantung dengan rantai tebal, dan berdiri di depannya. Pastilah diperlukan seseorang yang sangat besar dan sangat kuat untuk mengoperasikan pakaian itu, pikirnya. Ia telah membantu Pete mengangkat helm yang mereka bawa dan memasukkannya ke dalam truk dan helm itu beratnya hampir 25 kg, tanpa katup-katup bundarnya yang masing-masing terbuat dari kaca setebal 2,5 cm! Bagian-bagian lain pakaian selam itu terbuat dari kanvas putih tebal dengan sebuah sabuk timah dan sepatu lars timah besar. Jupiter merasa pakaian itu mirip dengan yang dikenakan alien-alien dalam sebuah film fiksi ilmiah.
Ia mengagumi pakaian selam antik itu beberapa lama, kemudian berpaling, hendak meneruskan mencari si penyusup. Namun tanpa peringatan pakaian antik itu sekonyong-konyong hidup!
Dengan gemerincing rantai lengan dan sarung tangannya yang besar merentang dan menangkap Jupiter, mengunci lengan anak itu ke samping. Penyelidik Pertama, yang biasanya selalu tenang, hanya dapat berteriak tertahan sebelum sebuah sarung tangan tebal membekap mulutnya! Ia didekap dengan kuat dan kasar dan sekuat apapun ia memberontak, ia tidak dapat membebaskan diri!
Bab III
Legenda Si Janggut Hitam
Reaksi pertama Jupiter dalam dekapan pakaian selam itu adalah panik namun otaknya segera mulai bergerak dengan cara kerjanya yang teliti dan teratur. Ia teringat akan suatu gerakan gulat yang pernah diajarkan oleh Pete dan tanpa ragu-ragu ia mengangkat tangan kanannya yang digenggam si penyerang dan merentangkannya di atas kepala, secara efektif membebaskan diri dari dekapan maut si penyerang.
Dari balik pakaian selam itu terdengar sebuah geraman samar-samar. "Kau tak bisa lari sekarang, pencuri sial! Akhirnya kutangkap basah kau!"
Begitu terlepas dari genggaman orang itu, Jupier segera berkaok seperti seekor gagak sekencang-kencangnya. Selagi ia berbuat demikian, seraut wajah yang tak asing muncul di samping pakaian selam itu dan mengerutkan kening.
"Pencuri macam apa kau ini?"
Jupiter berhenti berkaok-kaok dan berkedip. "Paman Atticus?"
"Jupiter?"
Pada saat itu orang-orang yang lain masuk berbondong-bondong ke dalam ruangan yang remang-remang itu. Atticus Jones menyalakan lampu dan tersenyum. Anak-anak takjub melihat seraut wajah yang nampak tidak asing. Selain bahwa ia lebih pendek beberapa sentimeter dan memiliki kumis yang lebih besar, Atticus Jones bisa mengaku sebagai saudara kembar Titus Jones.
"Titus Andronicus! Dasar penjahat tua, aku kira kau akan datang malam ini! Dan kau membawa wanita tercantik di California Selatan bersamamu."
Bibi Mathilda mencibir dan menggoyang-goyangkan jari tangannya di depan Atticus. "Kau sama sekali tidak berubah, Atticus Jones! Menakut-nakuti kami dengan tipuanmu. Dan jangan coba-coba bermanis mulut di hadapanku. Simpan saja untuk seorang wanita yang belum menikah, mungkin ia akan bisa membantumu membereskan tempat ini. Kulihat sepertinya banyak yang harus kulakukan di sini!"
Atticus Jones mencium tangan Bibi Mathilda dan terkekeh. "Jangan berani-berani melakukan itu, Nyonya. Segala sesuatu yang ada di sini telah diatur dan dikatalogkan dengan seksama. Aku punya sistem khusus dan jika kau membereskannya, kau akan merusak segalanya. Aku melarangmu!" Kini ia berpaling ke arah anak-anak, kumis walrusnya bergoyang-goyang seiring dengan senyumannya. "Jupiter, sudah lama sekali. Kau tahu kau selalu merupakan keponakan kesayanganku. Siapakah teman-temanmu ini?"
Tanpa ragu-ragu Jupe merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan salah satu kartu nama Trio Detektif yang berukuran besar dan satu kartu lagi, dan memberikannya kepada pamannya. "Mungkin ini bisa menjelaskan," katanya. Pada kartu pertama tertulis:
TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa Saja"
? ? ?
Penyelidik Pertama...........Jupiter Jones
Penyelidik Kedua............Peter Crenshaw
Catatan dan Riset..............Bob Andrews
Kartu kedua bertuliskan:
Dengan ini menyatakan bahwa pemegang kartu ini adalah seorang
Asisten Muda Sukarela yang bekerja sama dengan kepolisian
Rocky Beach. Bantuan apapun yang diberikan kepadanya akan
kami hargai.
Tertanda
Samuel Reynolds
Kepala Polisi
Jupiter, yang tidak pernah melewatkan kemungkinan akan adanya misteri, segera meneruskan. "Tadi aku dengar yang Paman katakan dari balik pakaian selam itu, Paman Atticus. Paman sepertinya menyangka aku adalah seorang penjahat. Jika akhir-akhir ini terjadi pencurian, mungkin Trio Detektif bisa membantu Paman."
Atticus Jones tertawa dan seperti menyembunyikan sesuatu mengusap hidungnya yang besar, lalu menunjuk ke arah Jupe dan mengedipkan sebelah mata. "Kakakku selalu berkata bahwa kau setajam paku payung. Aku mungkin punya sesuatu untuk biro penyelidikmu."
Tapi sebelum ia sempat melanjutkan, terdengar ketukan keras di pintu depan. Atticus Jones berjalan ke ruang depan, diikuti oleh para tamunya.
Seorang lelaki muda yang tampan, berusia kira-kira tiga puluh tahun, dengan rambut pirang dan mata biru seperti kristal, berdiri terengah-engah di depan pintu. Ia mengusap keringat dari keningnya dan berusaha mengatur nafas.
"Ada hasil, Cutter?" tanya Atticus suram.
Lelaki bernama Cutter itu menggelengkan kepala, sama sekali tidak menghiraukan orang-orang yang berkumpul di dalam ruangan.
"Sayangnya tidak. Kukira aku melihatnya menuju kota, pakaiannya serba hitam. Ia bisa ada di mana saja. Mungkin sekali ia bersembunyi di dalam salah satu perahu yang masih tertambat. Kita takkan menemukannya sekarang."
"Demi petir!" geram Atticus. "Penjahat itu baru saja mencuri untuk terakhir kalinya! Lihat saja nanti!"
Mata Jupiter berbinar-binar. "Jadi memang ada yang telah mencuri dari rumah Paman! Dan bukan untuk pertama kalinya!"
Bibi Mathilda berdiri dengan tangan dilipat. Ia menatap Jupiter dengan galak. "Jangan ikut campur urusan orang, Jupiter Jones. Klub teka-teki kalian harus menunggu sampai kita kembali ke Rocky Beach. Ini urusan polisi."
Lelaki yang bernama Cutter menatap Jupiter, kemudian Atticus, dengan bingung. "Klub teka-teki? Siapa mereka ini, Jones?"
Paman Atticus melingkarkan tangannya di pundak Jupe dan tersenyum. "Di manakah sopan-santunku? Kapten Oscar Cutter, ini keponakanku Jupiter Jones, sahabat-sahabatnya Bob dan Peter, dan kakakku Titus dan istrinya yang cantik Mathilda. Mereka datang jauh-jauh dari Rocky Beach, California untuk mengunjungiku."
Dengan sopan Kapten Cutter bersalaman dengan semuanya. "Sungguh menyenangkan dapat bertemu dengan kalian. Kuharap kalian menikmati kunjungan kalian di Anchor Bay. Aku berani jamin, kalian takkan menemukan masakan salmon yang lebih enak di Pesisir Barat!"
Mendengar makanan disebut-sebut, perut Jupe mengeluarkan suara cukup keras dan mereka semua tertawa terbahak-bahak.
Pete menepuk punggung Jupiter. "Inilah misteri yang sesungguhnya. Bagaimana Jupiter bertahan sedemikian lamanya tanpa makanan?"
Titus Jones berdiri di samping adiknya dan menyalakan pipa, mengisapnya dengan penuh perasaan selama beberapa saat. "Kurasa kita harus memanggil polisi dan kemudian mencari makan. Anak-anak ini belum makan apa-apa sejak makan malam kemarin."
Jones yang lebih muda menggelengkan kepala. "Tidak ada gunanya memanggil polisi. Aku memanggil mereka setiap dua minggu selama dua bulan terakhir. Mereka datang, mengendus-endus di sana-sini, dan setiap kali mengatakan hal yang sama. Tidak ada yang dapat mereka lakukan. Mereka menyarankan aku memasang alarm atau mengganti kunci pintu. Tapi apa gunanya? Bagi sebagian besar orang, yang kujual hanyalah rongsokan tak berharga! Hanya seorang kolektor benda-benda kelautan sejati tahu nilai sebenarnya dari penemuan-penemuanku ini."
Jupiter memberi isyarat kepada Bob untuk mengeluarkan buku catatan kecil dan pensilnya. Begitu Jupiter Jones mencium sebuah kasus, tidak ada yang dapat menghentikannya hingga kasus itu terungkap -- apapun yang dikatakan oleh Bibi Mathilda. "Apakah pencuri berpakaian hitam itu mengambil sesuatu yang berharga pagi ini, Paman Atticus?"
Atticus Jones nampak terkejut. "Aku... aku tidak tahu. Sampai kini pencuri itu hanya mengambil benda-benda sepele: beberapa peluru meriam, botol-botol anggur tua, satu atau dua blunderbuss."
"Blunder-apa...?" tanya Pete.
"Blunderbuss," jawab Oscar Cutter. "Sejenis pistol antik yang digunakan oleh bajak laut dan militer dulu. Benda semacam itu banyak terdapat di dasar laut sekitar sini."
Giliran Bob yang bersuara. "Paman Titus pernah menyinggung bahwa Anda menemukan suatu harta baru-baru ini, Mr. Jones. Sesuatu dengan nilai sejarah yang besar. Mungkinkah benda itu yang dicari si pencuri?"
"Kau menemukan sesuatu yang besar?" tanya Cutter, suaranya terdengar sedikit kesal karena tidak diikutsertakan dalam penemuan terbaru Atticus Jones. "Kapan? Kau tidak pernah bercerita..."
Tapi Atticus tidak mendengarkannya. Wajahnya berubah muram. "Ya ampun! Aku sama sekali tidak berpikir ke sana. Lebih baik kulihat kalau benda itu masih ada!"
Atticus berlari melintasi rumah, diikuti oleh semua orang. Ia berhenti di sebelah pakaian selam yang tadi dipakainya untuk menyergap Jupiter. Jupe kini dapat melihat bahwa pakaian itu hanyalah sebuah hiasan yang ditopang oleh sebuah papan miring di baliknya. Atticus membuka dua buah gerendel dan membuka suatu peti tua. Ia berseru tertahan.
"Hilang! Demi Tuhan... benda itu hilang!"
Jupiter, Pete, dan Bob berkerumun di sekeliling Atticus dan mengintip ke dalam peti tua itu. Peti itu nampak seperti satu dari ratusan peti serupa yang muncul di pangkalan barang bekas selama bertahun-tahun. Jelas tidak cukup kokoh untuk menyimpan suatu harta di dalamnya, pikir Jupiter. Seorang anak kecil dapat dengan mudah mengambil isinya. Peti itu bahkan tidak dikunci!
Titus seperti berdansa, melompat dari satu kaki ke kaki yang lain. "Apa itu, Dik? Apa yang telah diambil? Ayo bicara sebelum aku mati penasaran!"
Atticus Jones mendesah dan mengusap keningnya dengan sehelai sapu tangan. "Penemuan terbaruku..." ia menghela nafas tanpa daya. "Kalau benda itu benar-benar seperti yang kuduga, segala sesuatu yang sekarang kita ketahui tentang peninggalan William Teach akan berubah!"
"William Teach?" kata Jupiter bersemangat. "Maksud Paman Si Janggut Hitam?"
"Satu-satunya," gumam Atticus.
"Kau pikir kau telah menemukan sesuatu milik Janggut Hitam?" Cutter berseru tak percaya. Pria itu seolah-olah hendak pingsan dan harus meraih sebuah meja kayu untuk mengembalikan keseimbangannya.
"Kemungkinan... Kemungkinan," kata Atticus Jones, menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sedang mencari rongsokan dari sebuah kapal karam di dekat Semenanjung Ocracoke -- kalau kau tahu tempat yang tepat, banyak sekali bangkai kapal di sana -- ketika aku menemukan sesuatu yang besar!" Atticus memandang anak-anak. "Kalian tahu sejarah William Teach?"
"Jupe tahu banyak!" kata Pete bangga. "Kami telah mengungkap berbagai kasus yang menyangkut perompak, meskipun misteri-misteri itu berhubungan dengan perompak dari Pantai Barat, seperti legenda Perompak Ungu."
Jupiter, yang memiliki daya ingat yang menakjubkan dan bakat untuk mengingat kembali nyaris semua yang pernah dibacanya, menarik nafas panjang. "William Teach, lebih dikenal sebagai Si Janggut Hitam, memulai petualangan lautnya pada akhir 1600-an sebagai perompak di kawasan yang kini dikenal sebagai North Carolina. Perompak adalah suatu profesi yang legal dan bahkan didukung oleh pemerintahan waktu itu. Sebenarnya karir Janggut Hitam sebagai bajak laut tidak berlangsung lama. Sekitar tahun 1716 ia memiliki armada yang terdiri dari empat buah kapal: kapal utamanya Pembalasan Ratu Anne, dua buah kapal bertiang satu Petualangan dan Balas Dendam, dan kapal kecil yang digunakan untuk memperbaiki tiga yang lain."
Atticus Jones mengagumi pengetahuan keponakannya akan bajak laut namun Jupiter baru saja mulai. "Pada tahun 1718 Si Janggut Hitam dan anak buahnya yang terdiri dari hampir tiga ratus orang sangat ditakuti di kawasan Pantai Timur sehingga kapal-kapal lebih suka berlayar menjauhi North Carolina, ratusan mil menyimpang dari tujuan untuk menghindari mereka.
"Gubernur Spotswood dari Virginia, setelah yakin bahwa gubernur North Carolina tidak melakukan apapun, memutuskan untuk menindak para bajak laut. Ia mengirim dua kapal perang di bawah komando Letnan Robert Maynard ke sebuah kanal yang dikenal sebagai Lubang Teach.
"Yang terjadi selanjutnya adalah pertempuran berdarah yang di dalamnya Pembasalan Ratu Anne dan Petualangan tenggelam. Konon Janggut Hitam mendapat lebih dari tiga puluh luka dalam pertempuran itu, termasuk luka tembakan dan pisau. Dikatakan bahwa ia mengarahkan peluru terakhirnya ke arah kepala Letnan Maynard sebelum kemudian jatuh dan tewas di atas geladak kapal Maynard yang penuh darah tanpa sempat menarik pelatuk. Letnan Maynard memenggal kepala Janggut Hitam sebagai bukti kematian bajak laut itu dan menggantungnya di tiang utama kapalnya. Kemudian ia membuang tubuh bajak laut itu ke laut. Menurut para anak buahnya tubuh Si Janggut Hitam demikian jahatnya sehingga ia sempat berenang mengelilingi kapal Angkatan Laut itu tiga kali sebelum akhirnya tenggelam."
Bibi Mathilda menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah-olah hendak menyingkirkan bayangan tewasnya Si Janggut Hitam. "Cerita yang sungguh seram! Aku tidak dapat membayangkan mengapa kau mengisi kepalamu dengan sampah seperti itu, Jupiter."
"Jadi sekarang kita semua tahu latar belakang Si Janggut Hitam," kata Oscar Cutter dengan tidak sabar, "apa hubungannya dengan penemuanmu?"
Atticus Jones memandang peti yang kosong dengan tatapan kosong dan mendesah lagi. "Kau telah mendengar bagaimana Pembasalan Ratu Anne dan Petualangan tenggelam dalam pertempuran di Lubang Teach?"
"Ya, lalu?" desak Cutter.
"Nah," kata Atticus, "sekarang kutanya: apa yang terjadi terhadap kapal ketiga? Balas Dendam tidak pernah disebut-sebut, begitu pula dengan kapal keempat. Menurut legenda setempat di North Carolina, Janggut Hitam memindahkan semua harta dari kedua kapalnya ke atas Balas Dendam dan kemudian menenggelamkan Pembasalan Ratu Anne dan Petualangan untuk mengurangi ukuran armadanya. Secara kebetulan, pada hari yang sama Maynard menyerbu. Harta itu tidak pernah ditemukan hingga kini."
Oscar Cutter terlihat tidak percaya. Ia bangkit dan mulai mondar-mandir. "Apakah kau bilang Balas Dendam berlayar mengelilingi Kepulauan America hingga ke Pantai Barat? Ke Oregon? Kuharap kau sadar betapa tidak masuk akalnya hal ini! Kejadian itu lama sebelum Terusan Panama mulai direncanakan! Kapal itu terlalu kecil untuk melakukan perjalanan sejauh itu!"
Atticus mengangkat tangannya dalam keputusasaan. "Aku tahu, aku tahu! Meskipun demikian berdasarkan penemuanku, memang itulah yang telah terjadi!"
"Dan apakah penemuan Anda itu, Mr. Jones?" Pete ingin tahu.
Atticus Jones menatap kosong ke arah peti. "Terkubur di bawah pasir dan kerikil Semenanjung Ocracoke terdapat sesuatu yang kupercaya merupakan tiang haluan dari kapal ketiga Janggut Hitam, Balas Dendam."
"Apa itu tiang haluan?" tanya Bob.
"Tiang haluan," Jupiter menjelaskan, "adalah suatu tiang panjang atau patung yang menempel di haluan sebuah kapal. Pada masa itu seringkali dalam bentuk wanita cantik atau putri duyung."
"Juputer benar," kata Atticus. "Namun tiang haluan Balas Dendam berwujud seekor elang raksasa setinggi empat kaki. Cakar dan paruhnya terbuat dari perunggu dan matanya batu delima!"
"Dan itukah yang kau temukan?" desak Bibi Mathilda. "Seekor burung raksasa?"
"Tidak juga," jawab Atticus, menggelengkan kepala. "Kayu itu pasti telah lapuk dan hancur ratusan tahun yang lalu. Yang kutemukan adalah sebuah cakar perunggu di dasar laut -- dengan ukuran dan bentuk yang tepat untuk seekor elang kayu setinggi empat kaki!" |
Bab IV
Kasus Baru!
"Tidak masuk akal!" Oscar Cutter tertawa. "Cerita yang terlalu ajaib untuk menjadi kenyataan!"
"Aku tahu hal itu memang terdengar mustahil," Atticus Jones mengakui, "dan sangat mungkin cakar itu berasal dari sebuah kapal yang lain sama sekali. Namun kemungkinan itu -- kemungkinan sejuta banding satu bahwa harta karun Si Janggut Hitam tersebar di dasar perairan Ocracoke ... ayolah, Cutter, bahkan kau pun, seorang skeptis sejati, pasti mengakui bahwa ini adalah impian seorang pemburu bajak laut!"
Oscar Cutter mengibaskan tangan dengan kesal dan berjalan menuju pintu. "Kau ingin tahu apa pendapatku, Jones? Kurasa ada buih nitrogen di dalam otakmu akibat terlalu cepat keluar dari ruang dekompresi. Kata-katamu tidak masuk akal! Dan sekarang, aku mohon diri, aku harus pergi. Universitas tidak membayarku untuk memburu legenda gila. Mereka menuntut bukti nyata." Ia menoleh ke arah Titus dan Mathilda, tidak menghiraukan anak-anak. "Senang berkenalan dengan Anda." Dan ia pun berpaling dengan kaku dan berjalan ke mobilnya.
Pete menggaruk-garuk kepalanya sambil memandangi lelaki pirang itu pergi menjauh di dalam mobil putihnya yang kecil. "Wah, ada apa dengannya?"
Atticus Jones menenangkannya. "Jangan hiraukan Cutter. Ia berasal dari keluarga pelaut dan kesal jika bajak laut disebut-sebut. Ia emosional namun tidak berbahaya. Ia juga seorang penyelam. Bahkan ia punya tempat penggalian besar beberapa mil di sebelah utara tempat penggalianku. Sebuah universitas di Portland mendanainya dan ia terus-menerus ditekan. Universitas itu menginginkan hasil atau mereka akan menghentikan kucuran dana. Itulah sebabnya aku bekerja seorang diri. Aku tidak tahan jika ada seseorang yang mengawasiku selagi aku bekerja!"
Jupiter masih sibuk berpikir tentang si penyusup berpakaian serba hitam. Ia mendesak pamannya. "Paman Atticus punya dugaan siapa orang itu? Maksudku, siapa yang mau menyusup ke rumah ini? Sepertinya benda-benda rongsokan dari kapal karam bukanlah sesuatu yang berharga. Tidak ada pasar yang besar untuk jangkar dan peluru timah."
Atticus Jones menatap Jupe. "Jupiter, Anakku, itu adalah pengamatan yang sangat teliti. Dan aku tahu siapa penjahat yang menyusup ke rumahku!"
"Anda tahu siapa orangnya?" Pete terkejut. "Kalau demikian mengapa Anda tidak bilang dari tadi? Kita bisa memanggil polisi!"
"Ahh..." kata Atticus, "tidak ada bukti, Peter. Tapi dengan bantuan Trio Detektif kurasa aku bisa mendapatkan cukup bukti untuk mengirim para Perompak Baru dari Barat ke balik terali besi selama beberapa waktu!"
"Perompak Baru dari Barat!" seru Bob bersemangat. "Maksud Anda, benar-benar ada bajak laut yang masih hidup di Anchor Bay?"
Atticus tertawa dengan ceria, mengembalikan penutup peti, dan duduk di atas peti itu, yang hingga beberapa saat sebelum itu menyimpan Cakar Perunggu. Atticus tidak mau bersusah payah memasang kembali gerendel di peti yang kini kosong itu. "Bukan bajak laut sesungguhnya, Bob, meskipun mereka menyebut diri perompak. Perompak Baru dari Barat adalah sebuah organisasi pria dan wanita dari California Selatan hingga Washington yang mengaku keturunan bandit-bandit zaman dahulu dari Pantai Barat. Bajak laut seperti Black Jack Sebastian, Kapten Ronald 'Kaki Kayu' LeForge, Salty Jon Waters, dan Black Peter Blanch. Banyak yang tidak punya bukti kuat selain nama keluarga yang sama namun beberapa memang benar-benar keturunan langsung."
"Perompak di Anchor Bay," dengus Bibi Mathilda, "sekarang aku sudah mendengar semuanya! Ide konyol..." gumamnya, lalu kembali ke tumpukan peta kuno yang sedang dirapikannya di atas meja Atticus yang penuh sesak.
Jupiter tidak menghiraukan bibinya dan menatap pamannya dengan tatapan puas. "Kuduga Perompak Baru dari Barat menentang pengambilan barang-barang dari kapal karam, terutama kapal bajak laut. Mereka menganggap Paman mengganggu ketenangan tempat peristirahatan terakhir leluhur mereka."
"Benar-benar menakjubkan!" seru Paman Atticus. "Memang itulah pekerjaan mereka! Setiap kali aku pergi untuk mengadakan ekspedisi, aku harus berurusan dengan tiga atau empat perahu motor yang mengelilingi perahuku. Perahu-perahu mereka mengeruhkan air dan membuat penyelamanku sungguh berbahaya. Tapi aku tidak akan menyerah! Aku pernah menyelam dalam kondisi terburuk dan air yang sedikit berombak takkan cukup untuk menakut-nakuti Atticus Jones!"
"Tapi kini lebih dari air yang berombak," tukas Titus. "Kini mereka melanggar dan mencuri hak milikmu."
"Memang benar," kata Atticus setuju. "Dan aku tidak dapat menjelaskannya. Seperti yang kukatakan tadi, kejadiannya hanya sekali setiap dua minggu kira-kira dan setiap kali mereka hanya mengambil satu benda. Sesungguhnya aku belum pernah memergoki seorang pun. Oscar melihat seseorang pagi ini dan itu pertama kalinya. Kurasa kejadian-kejadian itu hanyalah peringatan bahwa para perompak itu mengawasiku, berusaha menakut-nakuti aku sehingga berhenti menyelam. Mungkin tidak akan terjadi apa-apa selama kalian di sini."
"Dapatkah aku dan rekan-rekan berasumsi Paman hendak menyewa Trio Detektif?" tanya Jupiter dengan gayanya yang paling profesional.
Bibi Mathilda mencibir dan menggeleng-gelengkan kepala sementara Atticus Jones mengeluarkan dompet usangnya dan mengambil selembar uang kertas senilai dua puluh dolar. "Uang muka," katanya sambil menyerahkannya kepada Jupiter. "Nanti akan ada dua puluh lagi untuk kalian masing-masing jika kalian berhasil menangkap pencuri yang mengambil Cakar Perunggu sebelum kalian kembali ke Rocky Beach dua minggu lagi!"
Jupiter tidak tahan untuk tidak menyeringai. Tidak ada yang dicintainya lebih daripada sebuah misteri yang menantang dan otaknya sudah mulai berputar kencang memikirkan kasus baru ini. "Paman tahu perwakilan Perompak Baru dari Barat di daerah ini?"
"Aku tahu," kata pria berkumis besar itu, "tapi aku tidak akan memberi tahu kalian!"
Jupiter, Pete, dan Bob nampak terkejut. "A-Apa..." Jupe hendak mengatakan sesuatu. Ia berhenti ketika melihat seringai nakal pamannya.
"Maksudku, aku tidak akan memberi tahu kalian sebelum kita memasukkan telur dan daging panas serta jus jeruk ke dalam perut lapar kalian masing-masing!"
Bab V
Para Perompak Baru
Setelah menyantap sarapan besar di sebuah rumah makan di pusat Anchor Bay, Trio Detektif berjalan melewati jalan setapak yang penuh dengan turis, mengikuti petunjuk Atticus, menuju ke markas Perompak Baru dari Barat.
"Menurut Paman Atticus Anchor Bay benar-benar telah berubah menjadi sarang turis," kata Jupiter, mengamati suatu keluarga yang sedang berkantong-kantong permen dari seorang pedagang pinggir jalan. "Sebagian tertarik untuk memancing, yang lain menikmati toko-toko kecil dan rumah makan. Bahkan ada permainan video dan lintasan go-kart untuk anak-anak. Kurasa semua orang berusaha meraup keuntungan dari para turis. Itulah sebabnya Paman Atticus membuka toko barang antiknya. Ia merasa ada baiknya ia mengambil untung dari segala benda tua yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun. Ini dia tokonya."
Anak-anak berhenti di depan sebuah toko kecil yang terjepit di antara sebuah toko lilin dan sebuah toko teh. Mereka mengintip melalui jendela kaca yang tebal. Bagian dalam toko itu nampak kosong dan sunyi. Sebuah tanda di pintu berbunyi:
"BARANG-BARANG ANTIK KELAUTAN JONES"
Atticus Jones, Pemilik
Akan Dibuka Tanggal 8 Juni
Anak-anak membeli permen dan mengunyahnya sambil melanjutkan berjalan menyusuri jalan setapak beralas kayu itu. Mereka telah melewati beberapa blok lagi dan hampir mencapai batas kawasan bisnis itu ketika Bob berseru.
"Lihat!"
Jupe dan Pete mengikuti pandangannya ke arah atap-atap. Sebuah bendera besar berwarna hitam dengan gambar tengkorak dan tulang bersilang putih berkibar di sebuah tiang di samping sebuah pos pemadam kebakaran tua.
"Jolly Roger," kata Pete. "Teman-teman, kurasa kita telah menemukan para perompak kita!"
"Menurutmu apakah ada baiknya kita semua masuk, Pertama?" tanya Bob kepada Jupiter.
Remaja gempal itu menggeleng dan berpikir sejenak. "Sebaiknya hanya satu saja yang masuk. Tidak ada gunanya kita bertiga memamerkan wajah, ada kemungkinan kita nanti harus membuntuti seseorang."
"Kubilang Jupe saja yang masuk," kata Pete. "Ia lebih cocok untuk hal-hal semacam ini. Aku tidak pernah tahu harus berkata apa."
Bob setuju. "Ia benar, Pertama. Kau jauh lebih baik daripada kami berdua dalam hal mengarang cerita."
Jupiter menatap kedua rekannya. "Kalian berdua perlu berlatih mengumpulkan informasi. Tapi karena kita tidak punya banyak waktu di Anchor Bay, biar aku yang masuk."
"Sementara itu, Pete dan aku akan mengamat-amati sekitar gedung itu," kata Bob, "siapa tahu kami melihat sesuatu yang mencurigakan."
"Kita bertemu di ujung blok ini dua puluh menit lagi," kata Jupiter sambil berjalan menuju ke pos pemadam kebakaran tua itu. "Kalau saat itu aku belum muncul, kembalilah ke rumah Paman Atticus dan tunggu aku di sana."
Bob dan Pete mengangguk dan mulai berjalan mengelilingi blok itu, menuju ke arah suatu lorong sempit yang berada di belakang gedung-gedung tua itu.
Seraya berjalan mendekati markas Perompak Baru dari Barat, Jupiter membiarkan bahunya turun dan wajahnya yang tembam cemberut. Jupe pernah menjadi seorang aktor kanak-kanak untuk televisi dan sangat berbakat dalam berakting. Jika mau, ia dengan bagus sekali dapat memerankan seorang anak yang agak terbelakang. Ia menarik pegangan pintu yang aus dan sebuah lonceng tembaga besar di atas pintu berbunyi. Ketika ia menutup pintu di belakangnya, lonceng itu berbunyi lagi.
Jupe berdiri di samping pintu depan itu dan mengamati sekelilingnya. Bekas markas pemadam kebakaran itu sedang dalam proses perbaikan. Bau cat basah dan bubuk gergaji mengambang di udara dan ia dapat melihat gergaji, papan, palu, dan paku berserakan di ruang depan yang besar. Ia memasuki ruangan besar yang remang-remang itu dan memanggil, suaranya memecah kekosongan.
"Halo! Ada orang di sini?"
Tidak ada jawaban. Ia melihat jam tangannya dan melihat bahwa saat itu baru pukul sembilan lewat empat puluh lima menit. Sudah terlambat untuk sarapan dan terlalu pagi untuk makan siang. Penyelidik Pertama berjalan lebih jauh ke dalam ruangan dan kembali memanggil.
"Halo! Ada orangkah?"
Jupiter nyaris tidak mendengar suara aneh yang bergemerisik dari suatu tempat di atasnya sebelum ia mendapati dirinya bertatapan muka dengan seorang perompak yang bengis! Ia tersentak dan mundur beberapa langkah, membentur kuda-kuda gergaji dan menjatuhkan sebuah palu dan sekantong paku ke lantai, menimbulkan bunyi keras!
Bajak laut berwajah kejam itu mengenakan topi khas bajak laut, jaket pelaut panjang berwarna merah, sepatu lars hitam setinggi lutut, dan kemeja putih yang lusuh. Yang paling parah, sebilah belati menyeramkan terselip di sela-sela gigi-giginya yang putih berkilau.
Ketika Jupe melihat pisau tergigit di antara gigi-gigi perompak itu, ia segera menemukan kembali keberaniannya.
"Kostum Anda cukup meyakinkan," katanya, mulai tenang, "namun gigi Anda terlalu putih untuk seorang bajak laut sejati. Untuk efek yang lebih meyakinkan, Anda harus mendatangi toko kostum dan membeli gigi palsu."
Perompak menyeramkan itu meluruskan tubuhnya dan memiringkan kepalanya ke samping. Ia mengambil belati di mulutnya, mengusapkan mata pisaunya ke celana, dan menyeringai. "Baiklah, aku bukan bajak laut sejati. Tapi akuilah, untuk sesaat kau benar-benar ketakutan."
Jupiter menyadari bahwa ia telah lupa sama sekali akan aktingnya sebagai seorang anak bodoh akibat kemunculan si perompak yang mengagetkan itu. Sudah terlambat sekarang. "Bukan ketakutan," katanya, tersenyum kecut, "terkejut lebih tepatnya. Saya sempat lupa bahwa bangunan ini tadinya merupakan pos pemadam kebakaran. Saya tidak menyadari bahwa tiang kuningan yang ada di sebelah saya ini merupakan tiang yang digunakan para petugas pemadam kebakaran untuk meluncur turun."
Bajak laut itu menaikkan alisnya, tercengang. "Pernahkah ada yang bilang kepadamu bahwa kau bicara seperti kamus?" tanyanya. "Namaku Gaspar St. Vincent. Sebenarnya nama asliku adalah Francis Shoe. Tapi siapa yang pernah mendengar ada perompak laut bernama Francis? Jadi panggil saja Gaspar."
Jupe berjabat tangan dengan bajak laut yang ramah itu dan kemudian segera menuju ke pokok masalah. "Apakah Anda satu-satunya yang bekerja di Perompak Baru dari Barat, Gaspar?"
"Sebenarnya tidak ada yang bekerja di sini," kata Gaspar menjelaskan, "kami organisasi nirlaba. Semua orang hanyalah sukarelawan. Satu-satunya syarat menjadi anggota adalah hubungan keluarga dengan seorang perompak masa lalu. Apakah kau hendak mendaftarkan diri?"
Jupiter berpikir cepat. "Oh, sebenarnya saya sedang mengerjakan suatu tugas tentang bajak laut untuk semester pendek. Saya mendengar tentang Perompak Baru dari Barat dari paman saya dan merasa menemukan subjek yang tepat untuk karya tulis saya. Anda keberatan saya wawancarai?"
Gaspar menarik kerah jaket panjangnya dan mendongakkan dagu. "Kurasa sudah waktunya orang-orang bodoh di atas itu kuberi daging kambing dan arak. Ikuti aku, anjing kurap!"
Jupiter terkekeh mendengar ucapan khas perompak yang kasar itu dan ia mengikuti pria itu menaiki tangga melingkar ke lantai dua markas pemadam kebakaran tua itu. Dalam hati ia merasa Gaspar St. Vincent akan cocok sekali berperan dalam pertunjukan Sarang Perompak Ungu milik Jeremy Joy yang pernah ditontonnya bersama Bob dan Pete ketika mereka mengusut Misteri Perompak Ungu.
Ketika mereka sampai di ujung tangga, mata Jupiter terbelalak dan mulutnya ternganga, terkejut melihat yang ada di lantai dua.
Seluruh lantai itu merupakan suatu ruangan besar yang mirip museum. Dinding-dindingnya dibuat terlihat seperti bagian dalam sebuah kapal, dengan roda-roda kemudi besar dari kapal-kapal kuno, jaring, jangkar, dan layar setinggi enam meter. Di tengah ruangan terdapat tempat-tempat dari kaca. Masing-masing berisi artifak seperti pistol, pisau, alat makan, dan pakaian. Penjelasan masing-masing benda tertempel dengan rapi di sisinya.
Namun yang paling mengejutkan Jupiter adalah patung-patung lilin. Di dalam ruangan itu Jupe menghitung ada paling tidak selusin patung para bajak laut paling terkenal dalam ukuran sebenarnya. Ada Si Janggut Hitam yang berdiri di samping Caesar dan Red Anny tepat di sebelah William Evans. Masing-masing patung diukir dengan memperhatikan bagian-bagian terkecil, dari janggut di dagu hingga ke belati di ikat pinggang mereka. Jupe merasa patung-patung itu cukup hidup untuk melompat turun dari landasan berdiri mereka dan siap membantai!
Gaspar memulai narasi yang jelas dihapal. "Perompak Baru dari Barat adalah suatu atraksi yang menghibur sekaligus mendidik seluruh keluarga yang akan dibuka dari pukul sembilan hingga pukul lima selama musim panas dan dua kali seminggu dari pukul sembilan hingga pukul dua setelah musim berlibur usai -- jika kami dapat menyelesaikan pekerjaan ini sebelum pembukaan. Sayangnya pembukaan tinggal dua minggu lagi dan kami bahkan belum mulai dengan lantai dasar."
"Anda berkata 'kami'," sela Jupiter, memandang berkeliling, "siapa lagi yang ada di sini?"
"Ah, konyolnya aku," desah Gaspar, "yang lain ada di atap. Seperti yang kau lihat sendiri, ini adalah bangunan tua dan kami harus bekerja keras memperbaikinya. Untunglah banyak pendiri Perompak Baru yang berprofesi dokter dan pengacara. Atap bangunan ini sungguh butuh sapuan tir. Anggota kelompokku yang lain ada di atas, mengerjakannya. Kau ingin bertemu dengan mereka?"
Jupe hendak berkata tidak usah namun Gaspar St. Vincent yang aneh itu sudah mulai melangkah di tangga yang menuju ke atap. "Ikuti aku!" serunya.
Jupiter menaiki anak-anak tangga itu dan muncul di teriknya matahari. Di atas atap ada dua orang lelaki dan seorang gadis, semua berpakaian bajak laut. Mereka baru saja selesai dengan tir.
Gaspar menoleh ke arah Jupe dengan wajah memerah. "Maaf, anak muda, aku tidak tahu namamu."
"Jupiter Jones."
"Cocok!" seru Gaspar. "Nama yang cocok untuk seorang bajak laut!" Ia berpaling kepada ketiga perompak dengan kuas tir. "Perhatian! Awak Kapal Bly, Peterson, dan O'Reilly, perkenalkan Master Jones. Ia sedang menyusun laporan tentang bajak laut untuk tugas sekolah."
Ketiga perompak itu meletakkan kuas mereka ke dalam ember berisi cairan hitam dan lengket dan mendekat. Seorang pria besar dan berotot dengan penutup mata menyulut sebatang rokok. "Sekolah mana?" tanyanya dingin.
"Maaf?" Jupiter terkejut.
"Francis bilang kau di sini untuk tugas sekolah. Sekolah mana itu?" ulang Bly, mata satunya menyipit memandang Jupe dengan melecehkan.
Jupe tidak ragu-ragu. "Sekolah Menengah Rocky Beach. Semester pendek untuk kelas sejarah. Saya sedang menulis tentang bajak laut."
"Tidak pernah dengar," kata Bly curiga.
"Cukup jauh ke selatan dari sini," Jupe menjelaskan dengan lancar. "Saya sedang berlibur di sini."
"Sepertinya ada udang di balik batu," perompak kekar itu bergumam sambil berjalan menuju tangga.
Gaspar menepuk punggung Jupe sementara mereka memandangi pria itu menuruni tangga. "Lupakan Connie Bly. Ia bekerja sepanjang pagi di bawah terik matahari. Siapa tahu setelah ini ia akan mengikatmu di ujung geladak dan memberimu lima puluh cambukan."
Seorang gadis muda yang cantik dengan kawat gigi tersenyum dan menjabat tangan Jupe. Usianya tidak jauh berbeda dengan Jupe. Ia mengenakan kemeja bergaris-garis dan kepalanya terbungkus bandana. "Hai! Namaku Ashley O'Reilly. Ayahku anggota di sini. Aku hanya membantu-bantu secara suka rela."
Perompak yang kedua mengangguk ke arah Jupe dan tersenyum. "Senang bertemu denganmu, Nak. Aku Vic Peterson, salah seorang pendiri Perompak Baru. Apakah ada leluhurmu yang bajak laut? Hanya itu yang kau butuhkan untuk bergabung. Bahkan kalaupun tidak, kami selalu menerima sukarelawan yang dapat menggunakan gergaji dan palu. Kau punya teman yang mungkin tertarik?"
Jupiter tersenyum sopan dan kemudian menjelaskan bahwa ia hanya akan berada di Anchor Bay selama dua minggu. Selain itu, pikir Jupiter, ia lebih suka mengkaryakan otaknya daripada ototnya.
Gaspar tersenyum kepada teman-teman perompaknya. "Silakan menyelesaikan dan setelah itu pergi makan siang."
Gaspar memimpin Jupiter kembali ke bawah. Ketika mereka tiba di lantai dasar, Jupe menoleh. "Mr. St. Vincent, saya sempat melihat hiasan-hiasan di lantai dua. Saya mendapat kesan Perompak Baru menentang pengambilan benda-benda dari kapal bajak laut yang tenggelam."
"Memang demikian!" Gaspar berkata dengan penuh perasaan. "Semua yang kau lihat di atas itu adalah replika yang sama persis. Replika adalah tiruan benda asli, aku yakin kau tahu. Tujuan utama Perompak Baru adalah mendidik masyarakat dan menghentikan pengrusakan warisan kita! Tapi karena kami belum lagi buka, bagaimana, kutanya, kau bisa tahu bahwa kami menentang penghancuran sejarah leluhur kita -- juga batu karang yang menjadi rumah bagi jutaan spesies yang hidup di laut?"
Jupiter merasa tidak ada salahnya berkata jujur kepada Gaspar. Perompak itu nampak sangat ramah. "Paman saya adalah Atticus Jones, penyelam yang sedang bekerja di suatu tempat dua mil ke arah pantai. Ia berkata bahwa organisasi ini telah mengitari perahu-perahu mereka sebagai protes."
Mendengar pengakuan ini kedua mata Gaspar menyipit dan berubah dingin. "Jadi kau bersaudara dengan dia! Hal itu sebenarnya sudah cukup untuk menyuruhmu berjalan di atas papan!"
"Berjalan di atas papan" adalah istilah bajak laut yang mengacu pada salah satu hukuman mereka yang terkenal. Orang terhukum diperintahkan berjalan sepanjang papan pendek yang menjorok ke atas laut dari sisi geladak kapal, hingga akhirnya tercebur ke laut.
Lonceng di atas pintu berdentang ketika Gaspar membukanya. Ia praktis mendorong Jupe keluar. "Hingga pamanmu berhenti menghancurkan makam leluhur kami, kau dilarang masuk ke Perompak Baru dari Barat! Selamat jalan, Jones!"
"T-t-tapi..." Jupiter tergagap.
"Ah, ah," potong Gaspar sambil menggoyang-goyangkan jari. "Dan jangan sampai kulihat kau di sekitar sini lagi!" tukasnya -- sebelum membanting pintu di depan wajah Jupiter!
Bab VI
Pria Berpakaian Hitam
Sementara Jupiter menyelidiki bagian dalam pos pemadam kebakaran tua, Pete dan Bob berjalan ke balik bangunan itu. Mereka melihat bahwa terdapat lorong sempit di belakang kawasan bisnis itu, digunakan oleh truk-truk untuk menurunkan muatan. Pete menduga salah satu dari bangunan itu adalah rumah makan karena ia dapat mencium bau sedap makanan laut yang sedang dimasak. Meskipun ia baru saja makan, ia menjilat bibirnya dan menghirup dalam-dalam.
"Aku mencium aroma kaki kepiting," erangnya. "Aku berani bertaruh Jupe dapat menciumnya dari dalam markas pemadam kebakaran itu."
Bob tidak menghiraukan rekannya dan terus berjalan. Di sisi jalan yang menghadap ke laut tertanam pohon-pohon pinus dan semak-semak. Semak-semak itu kemudian dilanjutkan oleh batu-batu karang besar dan kemudian beberapa meter pantai berpasir, sebelum akhinya bermil-mil air hingga ke kaki langit.
Pete memandangi ombak dan mendesah. Secara naluriah ia mencintai laut dan terkadang merasa lebih baik berada di lautan daripada mengusut suatu kasus. Namun setiap kali ia berpikir demikian, Jupe dan Bob selalu mengingatkannya bahwa Trio Detektif sedang bekerja.
"Bumi kepada Dua," kata Bob. "Tenang, Pete, akan ada banyak waktu untuk masuk ke air sebelum kita pulang."
"Kuharap demikian," gerutu anak yang lebih besar itu. "Aku ingin menyelam bersama paman Jupiter. Aku ingin mencari harta Si Janggut Hitam untuk dibawa pulang ke Rocky Beach!"
Kedua detektif itu sedang mendekati pintu belakang markas Perompak Baru dari Barat ketika Bob tiba-tiba berhenti. Ia bergegas merunduk di balik beberapa tong sampah, menarik Pete agar berbuat yang sama.
"Hei..." seru Pete terkejut.
Bob meletakkan jari di bibir dan menunjuk ke arah pos pemadam kebakaran. "Ada yang keluar lewat pintu belakang," bisiknya.
Pete mengintip dari atas tong-tong sampah dan mengamati seorang pria berbadan besar dengan kostum bajak laut membuka pintu belakang sebuah mobil kecil berwarna putih. Pria itu mengenakan bandana merah di kepalanya dengan gaya perompak yang pernah anak-anak lihat di dalam buku, anting-anting besar, dan penutup mata.
"Wah, ia benar-benar seram," bisik Bob. "Ia sungguh nampak seperti bajak laut sejati!"
"Benar," Pete sependapat. "Tidak sulit membayangkan ia punya hubungan darah dengan Si Janggut Hitam."
Pete dan Bob mengintip lagi. Mereka menyaksikan perompak penuh otot itu menyulut sebatang rokok, kemudian menanggalkan rompi kostumnya dan menggantinya dengan rompi kulit yang diambilnya dari bagian belakang mobil kecil itu. Ia membanting pintu belakang hingga tertutup dan hendak masuk ke mobil ketika sesuatu yang tidak disangka-sangka terjadi.
Tutup tempat sampah di depan Pete tiba-tiba jatuh dengan suara berdentang dan seekor kucing liar melompat keluar dari dalam, mengeong dengan ganas. Terkejut, Pete berteriak dan jatuh ke belakang, menjatuhkan beberapa tong sampah lainnya.
Sejenak Bob menyangka si perompak tidak mendengar keributan itu. Namun kemudian pria seram itu membanting rokoknya ke tanah sambil mengumpat dan berlari ke arah mereka. Bob menelan ludah dan memandang berkeliling mencari jalan keluar. Ia tahu Pete dapat berlari lebih cepat daripada orang itu namun ia tidak yakin akan dirinya sendiri. Tatapannya jatuh pada sebuah pintu besar berwarna abu-abu dengan tulisan "PINTU PELAYAN." Ia menyeret Pete dan membuka pintu itu. Aroma masakan laut yang kuat menghantam hidung mereka.
Mereka berada di dapur rumah makan yang aromanya tercium oleh Pete tadi! Pete bergegas menutup pintu dan menggerendelnya.
"Ayo!" seru Bob.
Kedua detektif itu melintasi dapur yang penuh asap itu secepat yang mereka berani, menimbulkan pandangan bingung dari para pelayan dan koki yang berpakaian putih. Bob nyaris menabrak seorang pelayan yang membawa senampan besar lobster dan kemudian harus menahan Pete agar tidak membentur kuali panas yang berisi kerang.
"Kita bisa makan nanti," katanya. "Mari pulang ke rumah paman Jupe!"
Anak-anak berlari melewati pintu ayun, masuk ke ruang makan, mengakibatkan beberapa tamu berhenti mengunyah dan menatap mereka. Mereka bergegas keluar melalui pintu depan menuju ke jalan. Mereka memandang berkeliling, mencari tanda-tanda si bajak laut bertubuh besar.
"Aman," kata Pete. Tepat pada saat ia berkata demikian, mereka berdua mendengar bunyi mesin sebuah mobil direm dan ban-ban berdecit.
"Belum!" kata Bob. Mereka berlari menyusuri trotoar dan kemudian menyeberang jalan, bersembunyi di pintu masuk sebuah tempat minum kecil bernama Kamar Tujuh Lautan. Pete berhenti cukup lama untuk melihat nama rumah makan di seberang jalan.
"Kait Sang Kapten," ia menyeringai, mengingat-ingat nama itu sambil menjilat bibir. "Kau kan kenal Jupe, ia selalu ingin tahu segala sesuatu dari laporan kita."
Bob menggeleng-geleng dan kemudian mengintip keluar. Ia melihat perompak bengis itu berhenti di lampu lalu lintas hanya sekitar tiga puluh meter dari tempat mereka. Lelaki itu memandang berkeliling mencari mereka, kemudian memacu mobilnya menjauh diiringi bunyi ban berdecit.
Pete mengusap keringat di dahinya. "Wah, perompak itu benar-benar tidak suka dimata-matai."
"Benar sekali," kata Bob. "Ia cocok sekali untuk menakut-nakuti orang agar tidak menyelam mencari barang bekas lagi."
"Kau pikir dialah yang menyusup ke rumah Paman Atticus?" tanya Pete.
Bob mengangkat bahu. "Ia anggota Perompak Baru dan sangat pemarah. Menurutku ia adalah tersangka utama!"
Mereka memikirkan hal ini dalam perjalanan pulang ke rumah Atticus Jones. Ketika mereka tiba, Jupiter belum kembali dan rumah itu sangat sunyi. Satu-satunya bunyi yang terdengar adalah ombak yang membentur Pembalasan Ratu Anne.
Mereka memutuskan untuk berjalan ke dermaga dan menikmati matahari sambil menunggu kedatangan rekan mereka. Belum jauh mereka berjalan ketika Pete mendengar sesuatu yang berat berdebam, membuatnya berpaling.
"Apa itu?" tanyanya.
"Apa itu apa?" tanya Bob.
"Mungkin aku sedikit berlebihan akibat segala sesuatu yang terjadi sepagian ini tapi kurasa ada seseorang di kapal Paman Atticus!"
Sebelum Bob sempat menjawab, seorang lelaki berwajah jahat, berpakaian serba hitam dari kepala hingga ujung kaki, melompat keluar dari dalam kapal dan berlari menaiki tangga dermaga menuju ke jalan!
Pete tidak pernah ragu-ragu untuk melakukan pengejaran -- sebagai Penyelidik Kedua, itulah keahliannya. Ia bergegas mengejar Pria Berpakaian Hitam. Namun orang itu terlalu jauh di depan Pete dan ketika Penyelidik Kedua tiba di ujung blok, Pria Berpakaian Hitam telah mencapai sebuah sedan hitam tua dan memacunya, meninggalkan Pete terbatuk-batuk terkena asap knalpot.
Terengah-engah, Pete berlari-lari kecil kembali ke tempat Bob menunggu. Sebagai seorang penyelidik berpengalaman Pete tahu pertanyaan yang akan diajukan Bob sebelum anak itu sempat bertanya.
"Tidak, aku tidak melihat wajahnya dengan jelas dan tidak, aku tidak dapat membaca plat nomornya," kata remaja jangkung itu sambil tersengal-sengal.
Bob mengusap dagunya dan menatap Pete.
"Kasus ini semakin lama semakin menarik!"
Bab VII
Cakar Perunggu
Setelah Jupiter kembali ke rumah pamannya, ia menemukan Bob dan Pete sedang menunggunya di teras depan. Ia duduk di samping rekan-rekannya dan tersenyum.
"Wah, kunjunganku ke Perompak Baru dari Barat benar-benar menarik!"
Pete tidak dapat menahan diri. "Aku berani bertaruh kunjunganmu sama sekali tidak semenarik petualangan kami!" Pete melanjutkan dengan pertemuan mereka dengan bajak laut bernama Bly dan pengejarannya terhadap Pria Berpakaian Hitam. Bob menyela sesekali untuk menambahkan hal-hal kecil yang dilupakan Pete. Jupiter mencubiti bibirnya setiap kali mendengar sebuah petunjuk baru.
"Menakjubkan," katanya setelah Pete dan Bob selesai bercerita. Kemudian giliran Jupe melaporkan kejadian di markas Perompak Baru dan Gaspar St. Vincent yang melarangnya kembali. Ia mengakhiri laporannya dengan berkata, "Kasus ini semakin lama semakin menarik!"
"Tepat itulah yang baru saja kubilang!" seru Bob. "Dalam waktu sepagian kita telah melipatgandakan jumlah tersangka!"
Jupe memutuskan bahwa Trio Detektif sebaiknya memeriksa Pembalasan Ratu Anne dengan seksama. Ketika pencarian mereka terbukti sia-sia, anak-anak berjalan ke ujung dermaga dan duduk berjemur.
"Kalian yakin kalian tidak mengenali Pria Berpakaian Hitam?" desak Jupe.
Bob menggeleng dan membetulkan letak kacamatanya. "Ia mengenakan topi lebar hitam dan kacamata hitam. Ia tidak berkumis ataupun berjanggut dan mengenakan jas hitam dan dasi. Bisa jadi siapa saja."
"Hmm," Jupiter bergumam. Ia bangkit berdiri dan mulai berjalan mondar-mandir. "Masuknya Pria Berpakaian Hitam yang misterius ke dalam teka-teki ini tidak terduga dan tidak cocok dengan suatu teori yang telah kususun mengenai kasus ini. Pencarian kita di atas Pembalasan Ratu Anne tidak menghasilkan apa-apa. Namun saat pamanku pulang, kita harus memintanya memeriksa kapalnya kalau-kalau ada yang hilang."
"Menurutmu siapakah Pria Berpakaian Hitam itu, Jupe?" tanya Pete.
"Mungkin si perompak yang mengejar Pete dan aku?" kata Bob.
"Kurasa bukan, Data. Ingat, ia pasti langsung keluar dari pos pemadam kebakaran itu setelah bertemu denganku di atap. Kalian melihatnya pergi ke arah yang berlawanan dengan rumah Paman Atticus. Karena kalian langsung datang ke sini setelah itu, dia tidak akan punya cukup waktu untuk berganti pakaian. Dan mengapa harus ganti? Tidak," kata Jupe, "ia jelas seseorang yang perlu kita amat-amati namun kurasa dia bukanlah Pria Berpakaian Hitam. Dengan alasan yang sama Gaspar St. Vincent juga bisa kita coret."
"Mungkin Kapten Cutter!" seru Pete. "Mungkin ia iri akan segala penemuan pamanmu dan ingin mencuri beberapa. Mungkin saja ia penderita kleptomania. Mungkin ia tidak dapat menahan diri untuk mencuri!"
"Itu salah satu kemungkinan yang sedang kupikirkan," kata Jupe mengakui. "Ketika ia pergi pagi ini, ia berkata akan ke tempat penelitiannya. Hanya ada satu cara untuk mengetahui kebenarannya!"
Anak-anak berlari ke rumah dan dengan menggunakan kunci yang diberikan paman Jupiter mereka masuk. Bob segera menemukan buku telepon Atticus Jones dan membalik-balik halamannya hingga menemukan nomor kantor Oscar Cutter di universitas di Portland. Bob menghubungi nomor itu dan seorang penerima telepon dengan datar memberitahunya bahwa pria itu berada di tempat penelitian sejak pagi. Kemudian mereka mencoba nomor telepon seluler Kapten Cutter. Ketika Cutter menjawab, Bob hanya samar-samar mendengar suaranya di tengah-tengah gemuruh ombak dan aba-aba yang diteriakkan awak kapalnya.
"Halo. Cutter di sini," pria itu berseru untuk mengatasi keributan. "Halo? Bicaralah lebih keras, aku tidak dapat mendengarmu!"
Bob lekas-lekas memutuskan hubungan dan menatap rekan-rekannya. "Belum terbukti ia memang di tempat penelitian tapi jelas ia ada di atas sebuah kapal."
Jupiter berpikir sejenak. "Seharusnya tidak sulit untuk memastikan ia ada di sana hari ini. Kurasa kita bisa menyimpulkan bahwa Pria Berpakaian Hitam bukanlah perompak penuh otot yang bernama Bly itu, bukan juga Kapten Cutter."
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Pete.
Jupiter menimbang-nimbang dan kemudian menggeleng. "Kita perlu bertanya kepada pamanku dan Kapten Cutter jika mereka pernah melihat seseorang yang ciri-cirinya seperti Pria Berpakaian Hitam. Sepertinya orang itulah si pencuri yang telah memasuki rumah pamanku."
"Mungkin kita perlu mengamat-amati Perompak Baru dan memata-matai Bly dan Gaspar?" usul Bob. "Bly sudah jelas mencurigai aktingmu tentang tugas sekolah itu dan ia sama sekali tidak senang Pete dan aku memata-matainya!"
"Gagasan bagus, Data," kata Jupiter setuju. "Ini ideku: aku akan tinggal di sini dan menjaga rumah Paman Atticus kalau-kalau Pria Berpakaian Hitam kembali. Kau pergi ke pos pemadam kebakaran dan lihat kalau Connie Bly muncul. Pete dapat meminjam sepeda Paman Atticus dan pergi ke pantai ke tempat penelitian Oscar Cutter. Tanyakan kepada orang-orang di sana untuk memastikan bahwa Cutter berada di sana sepanjang pagi -- dan jika ada kesempatan, tanyakan kepadanya kalau-kalau ia pernah melihat seseorang berpakaian hitam-hitam luntang-lantung di sekitar tempat penelitiannya ataupun rumah pamanku."
Pete mengedipkan mata ke arah Bob. "Aku tidak tahu persis arti luntang-lantung namun hal-hal yang lain masuk akal!"
Bob tertawa dan memukul punggung Pete. "Pikirkan saja betapa kosa katamu bertambah setiap kali Trio Detektif mengusut sebuah kasus!"
Jupiter tidak peduli akan sindiran teman-temannya tentang kegemarannya menggunakan kata-kata sukar. Ia telah terbiasa akan hal itu. Ia berdehem dengan lagak penting dan melanjutkan. "Ada satu hal lagi yang perlu kita diskusikan sebelum kita mengerjakan tugas kita masing-masing," katanya dengan resmi.
Bob dan Pete menatap rekan mereka yang gempal itu, tidak mengerti hal apa yang belum mereka bahas. "Apa itu, Jupe?" tanya Bob.
Jupiter meringis dan berlari ke dapur sambil berseru, "Makan siang!"
***
Ketika Bob kembali dari pengintaiannya di markas pemadam kebakaran tua, ia melaporkan bahwa Connie Bly tidak kembali ke sana dan Gaspar St. Vincent secara wajar mengunci markas dan pulang ke apartemennya, yang terletak hanya di seberang jalan.
Hari sudah hampir gelap ketika Pete meluncur masuk dengan sepeda tua Atticus Jones. Titus, Mathilda, dan Atticus telah lama kembali dari berbelanja dan setelah mendengar penuturan Jupiter mengenai Pria Berpakaian Hitam yang berkeliaran di kapal, Atticus memeriksanya dengan teliti dan menyatakan tidak ada yang hilang. Dengan bantuan Jupe ia kemudian memasang sebuah gembok besar di pintu depan dan mereka duduk-duduk di beranda depan sambil minum es teh dan mendengarkan kisah Atticus tentang bajak laut, ranjau-ranjau, dan barang-barang rampasan.
Atticus berhenti bercerita ketika melihat Pete memasuki halaman. "Peter! Ke mana saja kau sepanjang hari?"
Pete sengaja berlagak lelah, lapar, dan mengibakan. "Melakukan satu lagi tugas dari kemenakan Anda!" keluhnya. "Kapten Cutter ada di atas kapal sepanjang hari dan diantar pulang oleh seorang kawan. Ketika kutanyai tentang Pria Berpakaian Hitam, ia berkata tidak yakin. Menurutnya, sepertinya orang yang sama dengan yang dikejarnya pagi ini."
"Kalian menyelidiki Cutter?" tanya Atticus kaget. "Demi langit, untuk apa?"
"Ia nampak seperti seorang lelaki terhormat menurutku," Bibi Mathilda keberatan. "Aku tidak ingin kalian mengganggunya, ia sudah punya cukup banyak masalah dengan kapal yang akan datang itu!"
"Kapal?" seru Jupe. "Kapal apa?"
Paman Titus menendang pergelangan kaki istrinya dan Bibi Mathilda menutupi mulutnya dengan sebelah tangan. "Oh, maaf!" katanya menghembuskan nafas.
Atticus Jones menatap Bibi Mathilda dengan kesal. "Dasar wanita, tidak dapat menyimpan rahasia sekalipun yang menyangkut nyawamu!" keluhnya. Ia berpaling ke arah anak-anak. "Pertama-tama katakan padaku apa yang kalian mau dari sahabatku Oscar Cutter dan kemudian akan kuceritakan tentang kapal yang seharusnya merupakan kejutan itu."
Jupiter duduk di pinggiran beranda dan menyilangkan kaki. Ia terlihat seperti patung Buddha yang terbakar matahari dan mengenakan kemeja Hawaii. Ia menyatukan kedua telapak tangannya. "Apa sebenarnya yang dilakukan Kapten Cutter di sini sepagi itu, Paman Atticus?"
Atticus Jones menghirup tehnya dan mengerutkan kening. "Oscar Cutter ada di sini pagi ini atas permintaanku. Karena kami berdua selalu bangun pagi-pagi sekali, aku memintanya mampir sebelum pergi ke tempat penelitiannya untuk memeriksa beberapa meriam besar yang kutemukan minggu lalu. Meriam adalah bidang khususnya, aku perlu tahu jika yang kutemukan itu berasal dari militer atau sebuah kapal yang lebih kecil seperti milik Si Janggut Hitam. Kau kan tidak berpikir bahwa Oscar menyusup ke dalam rumahku? Kuakui dia memang mudah marah namun ia bukanlah penjahat!"
Jupiter sama sekali tidak ragu-ragu. "Sejauh yang kami tahu, hanya ialah selain Bob dan Pete yang benar-benar pernah melihat si pencuri. Kuakui bahwa ia dan Pria Berpakaian Hitam tidak mungkin orang yang sama namun kita juga belum dapat mencoret namanya."
Atticus Jones memandangi keponakannya lama, kemudian tersenyum. "Aku percaya akan kemampuanmu sebagai seorang detektif, Jupiter. Namun aku tidak segan memberitahumu bahwa kau menyalak di pohon yang salah dengan Kapten Cutter. Aku telah mengenalnya selama bertahun-tahun dan ia selalu jujur dan terbuka denganku. Sepertinya Pria Berpakaian Hitam inilah yang kita cari."
Mata Pete berbinar-binar. "Sekarang beri tahu kami tentang perahu atau kapal atau apalah itu!"
Paman Atticus tertawa keras. "Ini seharusnya merupakan kejutan tapi kurasa tidak ada salahnya memberi bocoran kepada kalian. Dua hari lagi Seruling Belanda, sebuah kapal bertiang layar tiga sepanjang tiga puluh meter, sangat serupa dengan Pembalasan Ratu Anne milik Si Janggut Hitam, akan datang ke Anchor Bay, berlabuh hanya beberapa meter dari tempat penelitian Cutter. Kapal itu adalah bagian dari acara yang disponsori oleh universitas untuk mengumpulkan dana dan membangkitkan minat publik sehingga Cutter dapat melanjutkan pekerjaannya. Oscar telah mengusahakan tanda masuk khusus bagi kita, sehingga kita dapat melihat-lihat seluruh bagian kapal -- tidak hanya geladak atas seperti para pengunjung yang lain!" Atticus bersandar, matanya berbinar-binar. "Apa pendapat kalian?"
"Hebat!" seru anak-anak serempak.
"Sebuah kapal bajak laut asli!" seru Bob. "Aku harus membeli persedian film untuk kameraku!"
"Menakjubkan!" kata Pete lantang. "Aku sudah tidak sabar!"
Anak-anak begitu penuh semangat dan mereka mengobrol dengan hebohnya seraya masuk dan bersiap-siap untuk tidur. Karena Paman Titus dan Bibi Mathilda menggunakan kamar tidur tambahan di dalam rumah, anak-anak diizinkan tidur di atas kapal bersama Atticus. Mereka bergegas mengambil kantung tidur dan bantal mereka dan menuju pintu belakang.
Sebelum tiba di pintu, Jupiter berhenti dan memandang peti tua yang sempat menyimpan Cakar Perunggu sebelum dicuri. Wajahnya berubah. "Sudah cukup banyak misteri untuk hari ini, Jupe," protes Pete. "Marilah menyelidiki seberapa cepat kita bisa terlelap."
Jupiter menggelengkan kepala dan mencubiti bibir bawahnya. Ia berdiri diam selama beberapa saat, menyuruh ingatannya yang tajam bekerja keras, berusaha mengingat hal yang berbeda dari peti itu sebelumnya.
Bibi Mathilda memanggil dari dalam kamar. "Aku tidak mau kalian berjaga sepanjang malam. Kalian perlu istirahat untuk tugas-tugas yang telah kusiapkan besok."
"Aku kurang suka mendengarnya," kata Bob. "Ayo, Jupe. Mari kita tidur."
Namun Jupiter tidak bergeming. Ia tetap berdiri kaku hingga sebuah bola lampu seolah-olah menyala di otaknya. Mukanya yang tembam sekonyong-konyong menyunggingkan senyum dan ia berjalan ke arah peti.
"Aku tahu!" serunya. "Peti ini telah dipindahkan!"
"Mungkin Bibi Mathilda telah berbenah," Bob menguap.
Jupiter mencubiti bibirnya. "Ya, namun ketika Paman Atticus menutupnya pagi tadi, ia tidak memasang kembali pengunci kuningan di bagian depan."
"Jadi?" tanya Pete. "Pamanmu bukanlah orang paling rapi di Anchor Bay. Lihatlah berkeliling. Ada rongsokan di mana-mana!"
Tiba-tiba Bob mengerti maksud Jupiter.
"Tunggu dulu," katanya. "Jika pagi ini pamanmu hanya mengembalikan penutupnya, lalu mengapa sekarang peti ini terkunci?"
"Tepat!" kata Jupiter. Dan dengan satu gerakan cepat Penyelidik Pertama berlutut, membuka pengunci, dan mengangkat penutup peti.
Di dasar peti itu tergeletak Cakar Perunggu.
Bab VIII
Seruling Belanda
"Ya ampun!" seru Pete. "Bagaimana benda itu bisa kembali sendiri?"
Jupiter mengambil cakar elang yang telah aus itu dan mengangkatnya di bawah cahaya lampu. "Aku tidak tahu, Dua, namun aku jelas ingin tahu!"
"Pasti itulah yang dilakukan Pria Berpakaian Hitam hari ini," tebak Bob, "mengembalikan Cakar Perunggu ke dalam peti."
"Tapi mengapa?" desak Pete. "Sama sekali tidak masuk akal. Mengapa bersusah-payah mencurinya hanya untuk mengembalikannya lagi?"
Anak-anak terdiam beberapa saat sambil berpikir mengenai hal ini. "Mungkin pemalsuan," kata Bob menduga. "Mungkin Pria Berpakaian Hitam mengambilnya cukup lama untuk membuat tiruannya dan menyimpan cakar yang asli."
Jupiter menggeleng. "Tidak mungkin. Cakar ini nampak sangat tua. Perunggunya telah menghijau dan penuh ganggang. Cakar ini jelas telah berada di dalam air selama bertahun-tahun. Hal ini tidak mungkin dipalsukan."
"Mau kita apakan benda ini sekarang?" tanya Pete. "Kita tidak mungkin membiarkannya di dalam peti."
Jupiter tersenyum nakal dan berpaling menuju kapal pamannya. "Aku punya ide."
***
Pagi harinya Jupiter bangun pagi dan meraba bagian bawah kantung tidurnya dengan kaki. Cakar Perunggu masih ada. Ia meraihnya dan menimang-nimangnya. "Bagaimana dan mengapa kau kembali?" ia bergumam. Beberapa saat kemudian Jupe membangunkan Bob dan Pete dan ketiga anak itu berbaris masuk untuk sarapan. Jupe membawa cakar itu di balik punggungnya.
Titus dan Atticus sedang duduk di meja dapur yang penuh barang-barang kelautan. Bibi Mathilda telah bersikeras agar benda-benda itu disingkirkan, paling tidak cukup untuk piring-piring dan perangkat makan lainnya -- dan ia jelas tidak senang melihat kurangnya ruangan untuk memasak di kompor dan meja dapur.
"Demi langit!" gerutunya sambil menuangkan mentega ke dalam panci. "Aku sungguh tidak mengerti bagaimana kau bisa memasak dengan segala rongsokan ini, Atticus Jones!"
Atticus menurunkan surat kabarnya dan mengisap pipanya dalam-dalam. Ia tersenyum kepada anak-anak ketika mereka masuk melalui pintu belakang, lalu kembali menghilang di balik koran.
Jupiter melirik Paman Titus yang sedang sibuk membaca halaman humor. Sambil mengedip ke arah Bob dan Pete, ia diam-diam meletakkan Cakar Perunggu di tengah meja yang penuh sesak.
Bibi Mathilda membawa sepiring penuh tumpukan panekuk dan sosis panas ke meja. Ia menatap Cakar Perunggu dan mengerutkan kening, berkata kepada Jupiter dengan suara galak, "Cendera mata yang bagus, Anak-anak, tapi tolong singkirkan dari atas meja."
"Menurutku itu adalah hiasan yang cocok diletakkan di tengah meja," kata Jupiter, berusaha memasang tampang serius. "Mungkin beberapa kuntum bunga akan membuatnya lebih menarik. Apa pendapat Paman, Paman Atticus?"
Atticus Jones bergumam di balik surat kabarnya namun tidak mengalihkan pandangan dari berita utama. Bibi Mathilda tidak melihat kelucuan dalam gurauan Jupe. "Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, Anak Muda, tapi aku tidak pernah mengira kau akan mengambil resiko kehilangan sepiring panekuk panas hanya demi sebuah gurauan!"
Pete tidak tahan lagi dan tawanya meledak. Ia segera diikuti oleh Bob dan kemudian Jupiter. Segera saja ketiga anak itu berguling-guling di lantai, tertawa terbahak-bahak. Bibi Mathilda berdiri dengan mulut ternganga, menyaksikan pemandangan itu. Titus dan Atticus akhirnya meletakkan koran mereka untuk melihat yang terjadi.
Sekonyong-konyong mata Atticus Jones melotot dan ia melompat berdiri seolah-olah disengat lebah -- pipanya terjatuh dari mulutnya dan jatuh ke dalam sirup di piringnya. "Demi pipaku! Aku tidak percaya ini!" Ia mengangkat Cakar Perunggu dan memandanginya seolah-olah benda itu terbuat dari emas murni. "A-apa... Di-di mana..." ia tergagap.
Sambil masih terkekeh-kekeh, Jupiter menjelaskan betapa cakar itu telah kembali semalam dan kemudian meminta maaf kepada Bibi Mathilda atas gurauannya.
"Benda jelek itu adalah sumber segala masalah ini?" tukas Bibi Mathilda. "Itukah harta karun yang harus kita lihat sendiri sebelum percaya?"
"Hmm... begitulah!" jawab Atticus, mengangguk tanpa percaya. "Ditemukannya tiang haluan dari kapal ketiga Si Janggut Hitam, Balas Dendam, berarti kapal itu tenggelam di Pantai Barat, bukan Timur, atau kapal itu dijarah dan hartanya disembunyikan. Apapun yang terjadi, ini sangat berarti bagi sejarah!"
"Bagiku benda itu adalah barang rongsokan besar berwarna hijau," kata Titus. "Aku ingin barang-barang bekasku berguna, dengan demikian aku bisa mendapat keuntungan. Siapa yang mau mencuri benda seperti itu?"
Bibi Mathilda mendengus seraya membagikan panekuk kepada anak-anak. "Jelas mereka tidak menginginkannya jika mereka mengembalikannya lagi. Mungkin mereka menyadari bahwa benda itu hanyalah logam hijau tidak berharga."
Paman Atticus memainkan jemarinya di atas cakar itu dengan penuh kasih sayang dan tersenyum. "Sepertinya kasus ini sudah selesai ya? Berarti aku berhutang kepada kalian bertiga karena telah mengembalikan cakar Si Janggut Hitam. Begitu kan perjanjiannya?"
"Tidak, sir," kata Jupiter dengan mulut penuh panekuk. "Trio Detektif disewa untuk menemukan siapa yang mengambil cakar itu dan mengapa ia kemudian mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah. Cakar itu sudah kembali namun kita tetap belum tahu siapakah Pria Berpakaian Hitam dan mengapa ia menginginkannya." Jupiter mengigit panekuknya dan tersenyum. "Menurutku kasus ini baru saja dimulai!"
Pete mengerang sambil mengiris sosis. "Aku tahu kau akan berkata seperti itu."
Setelah sarapan, anak-anak menemani Atticus ke toko perkakas untuk membeli sebuah gembok yang dinyatakan tidak bisa dijebol, yang kemudian dipasangnya di peti yang menyimpan Cakar Perunggu.
Jupiter sudah gatal ingin melanjutkan penyelidikian namun begitu mereka tiba di rumah segera dikecewakan oleh Bibi Mathilda yang telah menyiapkan sederetan panjang tugas yang harus dikerjakan. Anak-anak tahu lebih baik tidak membantah bibi Jupe jika menyangkut pekerjaan. Dengan segan mereka mulai bekerja dan baru dua hari kemudian mereka mendapat kesempatan untuk membahas kasus itu secara panjang lebar.
Selama dua hari itu Jupiter telah menyusun potongan-potongan misteri itu di otaknya seperti sebuah teka-teki gambar, berusaha menyusun gambar yang benar. Penyelidik Pertama merasa potongan yang ada terlalu sedikit untuk membentuk gambar yang akurat. Pria Berpakaian Hitam belum muncul lagi sejak Bob dan Pete mengejarnya dua hari yang lalu dan keadaan wajar-wajar saja di tempat penelitian Oscar Cutter dan markas Perompak Baru dari Barat.
Jupiter berdiam diri sepanjang perjalanan mereka di bak belakang truk untuk melihat pameran Seruling Belanda. Bob dan Pete sudah terbiasa dengan rekan mereka yang penuh konsentrasi saat sedang menangani kasus. Mereka tahu lebih baik anak itu dibiarkan saja, ia akan bersuara jika ia telah yakin dan siap.
Sementara Paman Titus mengemudikan truk milik pangkalan barang bekas itu melalui kawasan niaga kota dan kemudian sepanjang jalan pantai ke luar kota, anak-anak merasa sungguh bergairah. Kini mereka dapat melihat tiang-tiang layar Seruling Belanda yang menjulang tinggi, layar-layarnya tergulung dan bendera-benderanya berkibar-kibar.
Namun semangat mereka segera menurun begitu mereka melihat lautan manusia yang bergerombol memenuhi dermaga dan landasan yang menuju ke kapal, semuanya ingin menaiki kapal mewah itu. Mobil-mobil antri sepanjang hampir setengah mil sepanjang sisi jalan dan lahan parkir kecil di sebelah dermaga penuh dengan turis yang berebut tempat parkir.
Paman Titus mengeluh namun terus mengemudi sepanjang jalan hingga menemukan tempat parkir yang cocok. Mereka melompat keluar dan mulai berjalan menuju jalan masuk ke kapal yang penuh orang. Bob nampak pesimis sementara mereka mendekati ekor antrian orang-orang yang hendak naik. Ia menggelengkan kepala sambil memasukkan segulung film baru ke dalam kameranya. "Wah, dengan semua orang ini di antrian kita tidak akan sempat naik."
"Jangan cemas, Robert," kata Atticus lantang. "Kulihat sahabatku Oscar Cutter." Adik Titus Jones itu melambaikan tangan dan bersuit untuk menarik perhatian Cutter. Peneliti tampan itu tersenyum dan balas melambai dari geladak kapal, memberi isyarat agak mereka langsung menuju ke depan antrian. Hal ini tidak bisa diterima oleh beberapa turis yang telah mengantri lama, berusaha menggendong anak mereka, kamera, dan botol minuman pada saat yang bersamaan. Mereka memprotes dengan suara keras ketika Trio Detektif dipersilakan naik.
"Wah, kita seolah-olah ada di Magic Mountain," tukas Pete.
Oscar Cutter menemui mereka di ujung jembatan kapal. Senyum yang dipamerkannya selama ini kepada para pengunjung segera lenyap. "Bencana!" serunya. "Benar-benar bencana! Lihatlah segala sampah yang mereka buang ke air! Tidak punya otakkah mereka? Makanan-makanan itu akan menarik ikan-ikan dan mereka akan mengeruhkan air. Pekerjaan seminggu akan terbuang percuma hanya demi suatu publisitas konyol!"
Mereka berdiri diam selama beberapa saat, tidak tahu harus berkata apa. "Tapi pikirkanlah segala donasi yang akan masuk," kata Jupiter. "Anda mungkin saja akan mendapatkan cukup dana untuk mempertahankan tempat ini paling tidak setahun lagi!"
Kapten Cutter nampak malu akan emosinya tadi. Ia tersipu-sipu dan mengusap rambutnya yang terbakar matahari. "Maaf. Kurasa aku hanya sedikit kesal akan orang-orang yang tidak peduli dan mengotori air. Maafkan aku. Sekarang bagaimana kalau kita mulai tur yang kujanjikan?"
Anak-anak mengangguk penuh semangat dan Oscar Cutter tersenyum tulus untuk pertama kalinya pagi itu. "Baiklah! Mari kita mulai dari bawah sehingga kita bisa jauh dari gerombolan itu." Peneliti itu meminta seorang awak kapal yang mengenakan baju kaos universitas untuk menggantikannya dan ia memimpin mereka ke bawah.
Selama sejam berikutnya anak-anak, Bibi Mathilda, Paman Titus, dan Atticus menikmati tur keliling Seruling Belanda yang mengagumkan. Bob mengambil gambar seperti hilang ingatan sementara mereka mendengarkan keterangan tentang dapur, ruang bagasi, kabin tempat tidur, dan berbagai ruang kapal khas lainnya, juga tentang para bajak laut yang pernah berlayar di atas kapal hebat itu.
Ketika mereka akhirnya muncul kembali ke geladak atas yang disinari matahari terik, anak-anak merasa kenyang akan segala informasi yang mereka serap dan Bibi Mathilda nampak lemah oleh kisah-kisah pertumpahan darah. Oscar Cutter menjabat tangan semua orang dan berterima kasih karena mereka telah datang berkunjung, memohon maaf sekali lagi atas emosinya.
"Jangan salah mengerti," katanya muram, "aku benar-benar menghargai niat baik universitas mengadakan pameran ini. Hanya saja orang-orang ceroboh itu..." suaranya menghilang seiring dengan tatapan aneh yang muncul di wajahnya yang terbakar matahari.
Jupiter mengikuti tatapan pria itu ke arah jalan masuk dan kerumunan yang bagaikan sirkus di bawah. Ia mengamat-amati puluhan wajah hingga akhirnya tatapannya jatuh pada seorang lelaki yang sedang bersandar di sebuah sedan hitam. Lelaki itu mengenakan topi hitam dan kaca mata gelap dan sepertinya menatap langsung ke arah mereka. Pria Berpakaian Hitam!
Bab IX
Semakin Seru
"Oh," Oscar Cutter tergagap, "kubilang, orang-orang ceroboh itu benar-benar tidak menghargai sumber daya alam kita, aku benar-benar marah dibuatnya." Jupe menggamit Bob sementara pelaut tampan itu lekas-lekas mengantarkan mereka turun dari kapal, berterima kasih sekali lagi atas kunjungan mereka. "Maafkan aku, aku benar-benar harus kembali."
"Ada apa, Pertama?" desis Bob di sela-sela giginya.
Jupiter menggerakkan bola matanya ke arah Pria Berpakaian Hitam. Bob melihatnya -- ia mengenakan kemeja biru muda dan dasi hitam hari ini namun jelas orang yang sama. "Berapa banyak lagi film yang ada di kameramu, Data?"
Sambil berusaha tetap mengamati pencuri itu, Bob dengan cepat melirik indikator di kameranya, yang menunjukkan angka 1. "Ini yang terakhir, Pertama," jawabnya suram.
Penyelidik Pertama bertubuh gempal itu mulai menerobos kerumunan menuju ke arah Pria Berpakaian Hitam. "Usahakan yang terakhir itu benar-benar berguna!" perintahnya.
Ketika mencapai deretan mobil-mobil yang pertama, Jupiter dan Bob memandang berkeliling tanpa daya. "Ke mana dia?" mereka saling bertanya.
"Siapa yang kita cari?" tanya Pete heran.
"Pria Berpakaian Hitam!" seru Bob, menunjuk ke arah pintu keluar. Pria Berpakaian Hitam ada di dalam sedannya, menunggu peluang untuk masuk ke jalan raya. "Itu dia!"
Trio Detektif berlari namun lalu lintas sedikit berkurang dan lelaki itu meluncur menjauh pada saat mereka tiba di pintu keluar. Bob bergegas menggunakan film terakhirnya, berharap agar penyusup misterius itu masuk di dalamnya.
"Nyaris!" serunya.
Pete berusaha mengatur nafasnya. "Apa yang dilakukan Pria Berpakaian Hitam di Seruling Belanda dengan semua turis ini?" tanyanya.
"Pertanyaan yang lebih penting, Dua," kata Jupiter sambil tersenyum kecut, "bagaimana Oscar Cutter mengenali Pria Berpakaian Hitam? Ia jelas-jelas nampak ketakutan ketika melihat orang itu di tengah kerumunan!"
"Wah!" kata Bob. "Akhirnya kita membuktikan bahwa Kapten Cutter bukanlah Pria Berpakaian Hitam namun dengan itu kita kini tahu mereka saling mengenal!"
Jupiter mencubiti bibir bawahnya. "Kurasa waktu kita untuk memecahkan kasus ini hampir habis. Kusarankan kita mendesak Kapten Cutter saat ini juga untuk melihat apa yang dia tahu mengenai Pria Berpakaian Hitam!"
"Kudukung," Pete setuju.
"Marilah!" kata Bob, berlari kecil kembali ke Seruling Belanda. "Tapi kita lebih baik memberi tahu Paman Atticus bahwa kita akan menyusul pulang nanti."
"Setuju," Jupiter mengangguk.
Setelah hal itu beres, ketiga anak itu bergabung dengan antrian dan menunggu giliran mereka untuk dapat naik ke atas kapal megah itu lagi. Hampir tiga puluh menit kemudian mereka sekali lagi disilakan naik ke geladak. Oscar Cutter terkejut melihat mereka. Ia mengusap keningnya dengan saputangan dan tersenyum lemah.
"Belum puas juga?" tanyanya tidak meyakinkan.
Jupiter menegakkan badan dan mengangkat bahu -- sebagaimana ia mampu tampil sebagai seorang anak yang agak terbelakang, ia juga mampu tampil jauh lebih dewasa dan berwibawa. Hal ini selalu mengesankan orang-orang dewasa.
"Anda mungkin ingat bahwa saya dan rekan-rekan saya adalah detektif," katanya memulai, menyerahkan selembar kartu nama Trio Detektif kepada penyelam itu. "Kami telah disewa oleh paman saya untuk mengusut pencurian yang telah terjadi di kediamannya. Saya harap Anda tidak keberatan kami mengajukan beberapa pertanyaan."
Kening Cutter berkerut dan ia memimpin anak-anak ke lantai bawah yang sejuk dan tenang. Ketika mereka telah tiba di sebuah kabin yang penuh dengan barang, ia berujar dengan serius, "Apapun untuk membantu sahabat-sahabatku. Apa yang ingin kalian ketahui?"
Jupiter mendesaknya. "Apa hubungan Anda dengan pria bertopi dan berkacamata hitam yang dilihat Bob dan Pete menyusup ke kapal paman saya dan yang baru saja kita lihat meninggalkan pameran ini?"
Oscar Cutter merah padam. "Begundal itu? Penjahat itu? Ia salah satu dari mereka!" Peneliti yang mudah naik darah itu menggiring mereka kembali ke lantai atas dan menuju ke buritan. Ia menuding dengan jari gemetar ke arah laut dan menggeram. "Lihat? Kalian lihat yang menggangguku selama ini?"
Trio Detektif memandang ke arah lautan dengan terkejut. Dari atas kapal mereka dapat melihat tiga perahu motor kecil tidak lebih dari lima puluh meter jauhnya, mengibarkan spanduk besar berwarna putih dengan tulisan "PERAMPOK MAKAM!", "BIARKAN YANG MATI BERISTIRAHAT!", dan "KAU MAU MEMBONGKAR PEMAKAMAN UMUM?" Mereka tidak menyadari kehadiran para pengunjuk rasa itu ketika mereka menaiki Seruling Belanda untuk pertama kalinya.
Oscar Cutter nampak hampir meledak. "Menggangguku dan orang-orangku selagi kami menyelam adalah satu hal -- namun mengancamku di rumah, di darat, adalah hal lain! Aku tidak akan tinggal diam! Pria bertopi dan berkacamata hitam itu hanyalah salah satu taktik mereka untuk menakut-nakuti. Ia adalah masalah! Kunasihati kalian agar menjauhi orang itu! Terlebih lagi karena mereka tahu kau adalah keponakan Atticus Jones."
Beberapa orang telah mulai berkerumun dan menatap penyelam yang tengah marah itu. Jupiter sempat terdiam sejenak namun dengan segera kembali menguasai diri. "Saya -- Anda tentu paham -- kami harus memastikan," katanya cepat. "Terima kasih atas waktu Anda, Kapten. Kami harus pergi sekarang."
Sambil berkata demikian Jupiter berbalik dan bergegas menjauh, diikuti oleh Bob dan Pete. Ia menghembuskan nafas lega ketika mereka telah tiba di tempat parkir.
"Wah! Orang itu benar-benar akan hilang akal sebentar lagi!" kata Bob.
"Begitulah," tukas Pete. "Aku berani bertaruh tekanan darahnya mencapai langit-langit!"
Anak-anak mulai menempuh perjalanan jauh mereka kembali ke rumah paman Jupiter. Bob bersuara, "Kita tahu bahwa Cutter mengenal Pria Berpakaian Hitam -- seorang tukang pukul dari Perompak Baru."
Jupiter berpikir keras. "Namun setiap kali kita menemukan jawaban atas Oscar Cutter, sebuah pertanyaan baru muncul."
"Apa maksudmu, Pertama?" tanya Pete.
"Tepatnya, bagaimana Cutter bisa tahu bahwa aku memberi tahu Gaspar St. Vincent aku adalah keponakan Atticus Jones? Bukankah ia seharusnya berkata: 'terlebih lagi jika mereka tahu kau adalah keponakannya' dan bukan 'karena mereka tahu kau adalah keponakannya'?"
"Benar juga," kata Pete. "Bagaimana ia bisa tahu kau memberi tahu Gaspar jika ia tidak berbicara kepada salah satu dari Perompak Baru? Dan jelas ia bukanlah seseorang yang bisa berbincang-bincang akrab dengan salah seorang dari mereka!"
"Mungkin ia hanya salah memilih kata," kata Bob. "Ia demikian penuh emosi, kurasa ia sendiri tidak tahu apa yang dikatakannya."
"Suatu kemungkinan, Data," gumam Jupe. "Tetap saja, tidak ada salahnya kita mengamat-amatinya. Kasus ini sepertinya menemui jalan buntu. Kita perlu melipatgandakan usaha kita kalau kita masih ingin menemukan si pencuri sebelum kita pulang minggu depan."
"Nah, sekarang setelah kita mengambil keputusan, apa yang harus kita lakukan dengan makan siang?" tanya Bob.
Pete menyeringai. "Teman-teman, kebetulan aku tahu suatu tempat yang hebat untuk menikmati kaki kepiting!"
Bab X
Jupe Dan Pete Melacak
Trio Detektif melanjutkan diskusi tentang kasus mereka sambil menikmati makan siang berupa kaki kepiting yang berlimpah-ruah. Jupiter meminta Bob membacakan catatannya dan merangkum para tersangka yang mungkin memiliki motif untuk mencuri Cakar Perunggu.
"Lupakan siapa yang mencurinya," tukas Pete, "aku ingin tahu siapa yang mengembalikannya!"
Jupiter menyuapkan makanannya. "Sekarang lebih baik kita berkonsentrasi pada para tersangka. Mudah-mudahan alasan kejadian-kejadian ini akan jelas setelah kita tahu siapa penjahatnya." Ia mengangguk ke arah Bob. "Lanjutkan dengan catatanmu, Data."
Bob membuka buku catatan kecil yang selalu dibawanya di saku belakang. "Coba kita lihat," mulainya, membetulkan letak kacamatanya, "ada Pria Berpakaian Hitam yang misterius, yang dikejar oleh Mr. Cutter pada pagi hari ketika kita tiba dan kemudian oleh Pete pada siang harinya. Menurut teman pamanmu, ia ada hubungannya dengan Perompak Baru dan telah mengancam pamanmu dan Mr. Cutter selama beberapa minggu. Kemudian kita punya Perompak Baru dari Barat, termasuk Gaspar St. Vincent dan Connie Bly. Gaspar sepenuh hati ingin menghentikan kegiatan pamanmu namun tidak memberi kesan seorang pencuri. Di lain pihak, Bly nampak seperti seseorang yang mungkin mencuri demi uang semata-mata. Terakhir adalah Oscar Cutter, yang mungkin menyabot pamanmu karena iri, meskipun jika memang demikian ia tidak punya alasan untuk mengembalikan Cakar Perunggu."
Anak bertampang serius itu menutup buku catatannya dan meneguk minumannya. "Itulah rangkumannya, Pertama. Apa pendapatmu?"
Jupiter meraih potongan kaki kepiting terakhir di piringnya dan menimbang-nimbang untuk memakannya atau tidak. "Pamanku mungkin saja benar mengenai Cutter," katanya, mencelupkan kaki kepiting itu ke dalam mentega, "kalau tadi ia hanya salah bicara, kurasa ia bersih.
"Dengan demikian tinggal tiga orang di dalam daftar tersangka kita." Sambil berpikir keras ia tanpa sadar memasukkan kaki kepiting itu ke dalam mulut. "Dan hanya ada dua tempat kita dapat menemukan anggota-anggota Perompak Baru dari Barat -- bekas pos pemadam kebakaran atau perahu-perahu yang mengelilingi tempat penelitian."
Ketika menyadari bahwa piringnya sekarang telah kosong, Penyelidik Pertama tersenyum malu dan meminta bon. "Kuusulkan kita berpencar. Bob dapat meminjam sepeda pamanku kali ini dan membuntuti Cutter pulang dari pameran Seruling Belanda. Pete dan aku akan mengamat-amati Connie Bly di markas Perompak Baru. Semuanya harus waspada akan kemunculan Pria Berpakaian Hitam!"
Setelah membayar, Jupiter merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan tiga batang kapur, satu biru, satu hijau, dan satu putih. Ia memberikan yang biru kepada Pete dan yang hijau kepada Bob. Kapur itu adalah gagasan cemerlang Jupe saat menangani salah satu kasus sebelumnya. Para anggota Trio Detektif dapat meninggalkan jejak tanda tanya jika mereka harus berpencar. Hampir tidak ada yang menyadari sebuah tanda tanya yang dibuat dengan kapur di trotoar atau di pagar, orang dewasa biasanya menyangka itu hanyalah suatu permainan kanak-kanak. Namun bagi Trio Detektif tanda tanya itu adalah petunjuk yang berharga.
"Selalu ada gunanya siap siaga," Jupe menggurui sementara mereka keluar ke jalan yang terang. "Aku merasa kita tidak akan membutuhkan kapur-kapur ini selama liburan kita ini namun aku tetap membawanya, siapa tahu." Ia melihat jam tangannya. "Kita berkumpul kembali di rumah pamanku lima jam lagi. Paman Atticus akan memasak lobster malam ini, jadi jangan sampai terlambat!"
"Oh," erang Pete. "Bagaimana kau dapat berpikir tentang makanan setelah makan besar tadi?"
Anak-anak tertawa dan Bob pergi ke arah rumah Atticus Jones sementara Pete dan Jupe menuju ke markas Perompak Baru dari Barat. Karena hari itu bukanlah akhir pekan, jumlah turis yang bergerombol di jalan tidaklah terlalu besar, sehingga kedua penyelidik itu bisa mencapai bekas pos pemadam kebakaran dalam waktu relatif singkat. Setelah sepakat untuk bersuit dua kali jika melihat sesuatu yang mencurigakan, Jupe duduk di salah satu bangku taman di seberang jalan, mengamat-amati pintu depan bangunan batu bata itu. Pete memanjat tangga darurat sebuah bangunan beberapa pintu jauhnya dari pintu belakang pos pemadam kebakaran.
Dari tempatnya mengintai Pete dapat melihat sebuah Mercedes dan sebuah Jeep terparkir di belakang pos pemadam kebakaran. Ia tidak melihat mobil kecil berwarna putih yang digunakan Bly beberapa hari lalu. Anak-anak telah melakukan pengintaian berkali-kali sebelumnya dan mereka semua terbiasa akan kebosanan yang melanda jika tidak ada yang terjadi dalam waktu lama. Sepertinya itulah yang akan terjadi kali ini. Setelah dua jam Jupe membeli es krim dari seorang pedagang jalanan, lalu gulali. Pete turun untuk mengambil sebuah kursi tua yang telah dibuang seseorang bersama dengan sampah. Ia menaikkan kursi itu ke tempat mengintainya di atas tangga darurat dan meregangkan kakinya yang panjang sambil tersenyum.
Satu jam lagi telah berlalu. Hari mulai sangat terik. Jupiter pindah ke sebuah bangku taman lain yang terlindung bayang-bayang sebatang pohon. Di atas tangga darurat keadaan Pete sungguh menyedihkan. Tidak ada yang melindunginya dari panas matahari dan anak itu sangat haus. Ia melihat arlojinya untuk kesekian ratus kalinya dan mendesah. Ia berharap sesuatu akan segera terjadi. Meskipun ia telah menikmati makan siang besar tadi, perutnya mulai bersuara.
Tepat pada pukul lima pemilik Mercedes dan Jeep muncul membawa ember-ember cat dan kotak perkakas. Pete berdiri tegak dan mengintip melalui sela-sela pegangan tangga yang berkarat. Ia tidak mengenali kedua orang itu namun itu bukan masalah -- mereka berdua masuk ke mobil masing-masing dan pergi.
Pete menghela nafas dan hendak melihat jam tangannya lagi ketika pintu belakang sekali lagi terbuka. Kali ini Gaspar St. Vincent! Pete mengamati pria berkostum bajak laut itu menjatuhkan seberkas anak kunci dan kemudian mengunci pintu. Penyelidik Kedua merasa perompak itu nampak sangat marah -- ia berjalan demikian cepatnya sehingga boleh dikatakan berlari! Pete menahan nafas ketika Gaspar berjalan tepat di bawahnya. Perompak itu kemudian masuk ke sebuah toko obat di sebelah kiri jalan melalui pintu belakang. Pete memasukkan jari ke mulut dan bersuit dua kali.
Di bangku taman yang kini didudukinya bersama beberapa ekor merpati, Jupiter menegakkan badannya. Ia mendengar sinyal dari Pete. Penyelidik Pertama menatap bagian depan toko-toko dengan bergairah. Sekonyong-konyong ia memahami tanda dari Pete. Gaspar St. Vincent dapat dikatakan lari keluar dari sebuah toko obat, beberapa bangunan dari pos pemadam kebakaran. Bajak laut jangkung itu melihat ke kiri dan ke kanan, kemudian berlari menyeberangi jalan. Mata Jupe terbelalak. Gaspar menuju tepat ke arahnya!
Jupiter membungkuk dan berpura-pura mengikat tali sepatunya. Gaspar St. Vincent, yang juga dikenal sebagai Francis Shoe, tidak memperhatikannya meskipun lewat setengah meter dari Jupiter! Jupe begitu dekat dengan Perompak Baru itu hingga ia dapat melihat kecemasan yang merambati wajah lelaki itu. Ia memandang penuh minat sementara Gaspar memasuki sebuah pintu di samping Kamar Tujuh Lautan dan berlari menaiki tangga, sekali melangkah melompati dua anak tangga sekaligus.
Saat itu Pete Crenshaw yang kehabisan nafas mengusir burung-burung merpati dan duduk di samping rekannya. "Kau melihat Gaspar?"
Jupe mengangguk. Apartemennya pastilah berada di atas tempat minum itu. Kalau melihat wajahnya, seolah-olah sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Apa yang kau lihat?"
"Tidak ada apa-apa..."
Sebelum Pete dapat berkata lebih lanjut, Gaspar telah muncul kembali di pintu. Kedua anak itu berusaha untuk tidak menarik perhatian namun sebenarnya tidak perlu. Gaspar, mengenakan pakaian baru, berjalan tepat di samping mereka tanpa mengatakan apa-apa.
"Kau pikir ia melihat kita?" tanya Pete.
"Masa bodoh!" seru Jupe. "Mungkin akhirnya kita mendapat angin segar dalam kasus ini. Mari kita buntuti dia dan lihat ke mana dia pergi!"
Kedua penyelidik itu mulai berjalan di belakang bajak laut itu, berhati-hati dengan menjaga jarak kalau-kalau pria itu berpaling. Di ujung blok pria jangkung itu berbelok ke kanan dan menghilang. Jupe dan Pete lekas-lekas berlari ke belokan itu dan mengintip.
"Ia naik mobil!" teriak Pete.
Dalam hati Jupiter sangat kesal sementara mereka memandangi Gaspar mengemudikan mobil kecilnya yang berwarna biru bergabung dengan lalu lintas. "Mengapa kita berikan sepeda kepada Bob?" keluhnya. "Kita harus berusaha mengikutinya dengan berjalan kaki sejauh yang kita bisa!"
Berkat arus lalu lintas dan beberapa lampu merah yang membawa keberuntungan, kedua anak itu berhasil mengikuti mobil biru itu sejauh beberapa blok. Namun ketika Gaspar berbelok masuk ke jalan raya, mereka hanya dapat berdiri tanpa daya sambil memandangi pria itu meluncur menjauh.
"Kita kehilangan dia," erang Pete.
Jupiter memandangi mobil yang kian lama kian mengecil itu dengan hati menciut. Ketika kendaraan itu hampir hilang dari pandangan, hatinya tiba-tiba melonjak. Ia melihat lampu rem dan sen! Digamitnya lengan Pete.
"Ayo! Mungkin belum terlambat!" Anak-anak berlari sekencang-kencangnya. Namun mobil Gaspar berbelok ke kiri dan menghilang sebelum mereka berada setengah jalan dari belokan itu.
Pete menggeleng-geleng dan memperlambat larinya. "Tidak ada gunanya," katanya terengah-engah. "Mungkin sekarang dia sudah satu mil jauhnya dari sini!"
Jupiter pantang menyerah. "Belum tentu, Dua," ia tersengal-sengal, berusaha mempercepat langkah. "Kalau aku tidak salah, jalan yang dimasukinya itu buntu! Kita melewati daerah ini ketika pergi melihat Seruling Belanda." Tanpa mempedulikan rasa nyeri di pinggang mereka, anak-anak terus berlari. Ketika akhirnya mereka tiba di belokan tempat Gaspar menghilang, dengan muka merah dan penuh keringat, Jupiter berseru penuh kemenangan.
"Ya!" teriaknya, menunjuk ke suatu arah di tengah-tengah blok. Pete mengusap keringat di dahinya dan tersenyum. Mobil biru Gaspar terparkir di depan sebuah gedung apartemen kecil! Terpampang sebuah papan nama: APARTEMEN LYNDALE LANE. Anak-anak menyelinap sedekat yang mereka berani di seberang jalan, kemudian merunduk di balik pagar semak yang tinggi.
Dengan penuh minat mereka memandang Gaspar berbicara dengan ramai kepada seseorang melalui interkom apartemen. Mereka terlalu jauh untuk mendengar pembicaraan itu namun Gaspar jelas nampak marah. Tangannya bergerak-gerak penuh emosi dan ia berulang kali menekan tombol-tombol di interkom itu.
"Wah, siapapun yang tinggal di sana jelas tidak ingin ia masuk!" kata Pete.
"Lihat siapa yang datang," desis Jupiter.
Pete hampir-hampir tidak dapat mempercayai pandangannya. Pria Berpakaian Hitam! Pria itu mengenakan kemeja lengan pendek berwarna ungu dan dasi putih, serta topi hitam dan kacamata gelap yang biasa. Ia tiba di gedung apartemen itu dan berjalan menuju ke pintu depan. Ia nampak berbicara kepada Gaspar.
Jupe nyaris meledak penuh rasa ingin tahu. "Seandainya kita bisa mendengar pembicaraan mereka!" keluhnya. "Mungkin kita bisa lebih mendekat lagi."
Pete menggeleng. "Mereka jelas akan melihat kita. Satu-satunya mobil di depan apartemen itu adalah milik Gaspar. Mungkin..."
Ia terdiam ketika kedua pria itu berjalan keluar bersama. Mereka berhenti di depan mobil kecil milik Gaspar dan Pria Berpakaian Hitam menyerahkan sesuatu kepada Gaspar, kemudian berjalan menjauh. Anak-anak mengamatinya masuk ke mobilnya sendiri yang diparkir beberapa rumah jauhnya.
Sambil memasukkan benda kecil itu ke dalam saku, Gaspar St. Vincent masuk ke mobilnya dan mereka berdua pergi ke arah yang berlawanan -- Pria Berpakaian Hitam lewat tepat di depan Jupe dan Pete. Jupiter tidak ragu-ragu. Dengan mengambil resiko ketahuan, ia keluar dari balik pagar semak dan berlari-lari kecil di tepi jalan, cukup lama untuk melihat nomor polisi Pria Berpakaian Hitam. Dengan cepat diingatnya nomor itu.
"DLH 555," lapornya ketika tersusul oleh Pete. "Mungkin Chief Reynolds di Rocky Beach bisa membantu kita mengidentifikasi Pria Berpakaian Hitam yang misterius!"
Pete menganggukkan kepala ke arah pintu depan kompleks apartemen itu. "Mari kita lihat, siapa yang berbicara dengan Gaspar tadi."
Kedua anak itu berjalan ke pintu depan gedung kecil itu dan Pete menggerakkan jarinya menelusuri daftar penghuni. Terdapat empat nama dengan nomor interkom masing-masing.
1. ADRAGNA, R. #1113
2. KANE, H. #8216
3. VEBBELL, E.D. #0505
4. MOTT, H. #0915
Pete mengerutkan kening. "Aku tidak mengenali satupun dari nama-nama ini. Siapakah yang diajak bicara oleh Gaspar dengan penuh semangat tadi?"
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya," kata Jupiter muram. "Kita harus mengetuk pintu satu demi satu." Selama beberapa saat Jupe dengan cepat mengarang suatu cerita dan kedua anak itu mulai mengetuk. Lima menit kemudian mereka telah berbicara dengan semuanya kecuali KANE, H. di apartemen nomor dua. Semuanya sama sekali tidak dikenal oleh anak-anak.
Pete menuliskan alamat apartemen itu di telapak tangannya, kemudian menggaruk kepalanya dengan pen. "Menurutmu apakah Pria Berpakaian Hitam itu adalah H. KANE ini?"
"Suatu kemungkinan," kata Jupiter sambil berjalan ke sisi gedung. "Mari kita coba mengintip melalui jendela, siapa tahu kita akan melihat sesuatu yang dapat memberi petunjuk."
Kedua detektif itu menemukan jendela-jendela apartemen H. KANE. Hanya satu yang tirainya terbuka. Anak-anak meletakkan tangan mereka di kaca dan mengintip ke dalam.
Apartemen H. KANE sungguh berantakan. Sebuah meja penuh sesak dengan kertas dan tagihan terletak di balik jendela. Tumpukan majalah dan surat kabar dengan gambar kuda pacuan dan anjing balap teronggok di atas meja dan kursi.
"Sepertinya hari ini pembantu libur," kata Pete tidak terkesan.
"Itu majalah-majalah mingguan tentang pacuan," Jupiter memberitahunya. "Sepertinya Mr. Kane adalah seorang penjudi yang sering mengunjungi arena pacuan." "Lalu?" Pete mengangkat bahu. "Semua orang perlu hobi. Aku ingin tahu siapa Pria Berpakaian Hitam -- bukan apa yang dilakukannya pada waktu senggang!"
Jupiter berjalan keluar dan membuat tanda tanya besar dengan kapur putihnya di sebatang pohon di halaman apartemen. Ia memasukkan kapur ke dalam sakunya dan menyatukan telapak tangan dengan puas. "Coba kita lihat apakah Chief Reynolds dapat memberi tahu kita siapa orang itu, Dua. Mungkin DLH 555 sama dengan H. KANE!"
Bab XI
Biarkan Dia Hidup
Setelah mengambil sepeda tua dari rumah Paman Atticus, Bob bergegas pergi ke pameran Seruling Belanda. Ketika tiba di tempat parkir sepeda, ia melihat bahwa tidak ada terlalu banyak turis hari ini. Sebuah papan yang tergantung di haluan kapal itu mengumumkan bahwa pameran itu akan menuju Kanada besok.
Bob memandang berkeliling, mencari tempat yang tepat untuk mengawasi Seruling Belanda dan kedua perahu motor pengunjuk rasa yang berada di teluk.
Anak bertubuh kecil itu tersenyum ketika pandangannya jatuh pada sebuah toko memancing di dekat situ. Ia berjalan ke sana dan merogoh saku celananya, mencari uang. "Siapa bilang mengintai pastilah membosankan?" katanya kepada dirinya sendiri, meletakkan selembar sepuluh dolar di kasir. Seorang gadis cantik mengenakan atasan bikini berwarna merah muda cerah mengambil tempat di belakang mesin kasir. "Ada yang bisa kubantu?"
"Aku ingin menyewa kail dan umpan," Bob tersenyum, merasa yakin Jupe tidak akan setuju akan metode pengintaiannya. Bob tertawa membayangkan dirinya pulang membawa ikan besar selagi menangani kasus. Itulah yang akan didapat Jupiter Jones yang berani-beraninya menemukan suatu misteri tatkala sedang berlibur!
Gadis itu menyiapkan peralatan di atas meja sambil tersenyum manis dan berkata semoga Bob sukses. Bob tersipu-sipu dan keluar ke dermaga, memilih tempat yang tidak membuat pandangannya ke arah Seruling Belanda terhalang.
Setelah dengan teliti memasang umpan di kailnya, anak itu melecutkan jorannya dengan sempurna. Ia mulai memainkan kail perlahan-lahan dan menggulungnya dengan lembut, seperti yang telah diajarkan ayahnya beberapa musim panas yang lalu.
Sambil memancing Bob dapat melihat Oscar Cutter di geladak Seruling Belanda, menjelaskan metode penyelamannya dan menceritakan sejarah kapal megah itu. Pria itu nampak sangat bosan dan sedikit kesal terhadap para turis. Bob melihat bahwa para pengunjuk rasa di kedua perahu pun nampak bosan dan jelas sekali kehilangan antusiasme yang mereka tunjukkan kemarin.
Beberapa jam berlalu dan Bob menduga sepertinya ia akan sama beruntungnya dalam memancing dengan dalam mengintai. Kemudian ia merasa ada yang membuat tali pancingnya bergetar. Tiba-tiba talinya terulur dan jorannya melengkung oleh tarikan seekor ikan besar! Penuh semangat, Bob menarik tongkat pancingnya dengan kedua tangan. Dua puluh meter di depannya, Bob melihat cipratan air ketika seekor ikan besar melompat keluar, bergerak-gerak dengan liar di udara, sebelum akhirnya masuk kembali ke air. Jantung Bob berdebar kencang. Menangkap ikan yang besarnya setengah kali ikan ini pun ia belum pernah. Jupe dan Pete pasti akan ternganga! Ia sedang menimbang-nimbang untuk memakan ikan itu atau mengawetkannya ketika suatu gerakan di atas Seruling Belanda membuat hatinya menciut.
Oscar Cutter hendak pergi! Bob mengerutkan kening dan menggulung talinya sekuat-kuatnya, berusaha mengamati si ikan dan Cutter pada saat yang bersamaan. Peneliti itu sedang menyerahkan suatu catatan kepada seorang mahasiswa dan nampak memberikan instruksi. Ia lalu menepuk punggung mahasiswa itu, menuruni kapal, dan menuju ke jalan tepat ketika Bob menarik ikan raksasa itu keluar dari air ke atas dermaga!
Bob dengan cekatan melepaskan mata kail bagaikan seorang pemancing ulung dan menjulurkan kepala untuk melihat arah yang diambil Cutter. Pandangannya terhalang oleh kapal yang besar itu! Tahu bahwa ia tidak mungkin membuntuti Cutter sambil membawa-bawa ikan, hati Bob semakin ciut. Tepat pada saat itu gadis cantik berbikini merah muda yang tadi menyewakan kail kepada Bob muncul sambil membawa kamera.
"Hebat sekali!" katanya. "Mau kuambil gambarmu? Hanya satu dolar."
"Tentu saja," Bob mendesah, memegang ikan itu di hadapannya. "Paling tidak kini aku punya bukti."
Gadis itu mengambil gambarnya. "Apa maksudmu, 'bukti'?" tanyanya, memberikan foto kepada Bob dan menerima satu dolar sebagai gantinya.
Bob patah hati ketika ia melemparkan ikan raksasa itu ke air dan menyaksikannya berenang pergi di balik ombak. "Biarkan dia hidup, begitulah," ia mengangkat bahu, terpukul.
Bob berlari kecil meninggalkan dermaga untuk mengejar Cutter. "Terima kasih atas fotonya!" serunya.
Ketika Bob mencapai Seruling Belanda, ia berdiri di atas tiang pendek yang membatasi tepi dermaga untuk memandang di atas kepala orang-orang yang antri untuk naik ke kapal. Bob semakin kesal ketika melihat bahwa Oscar Cutter sebenarnya tidak pergi ke mana-mana. Pria itu hanya berjalan tidak jauh dari kapal ke dermaga sebelah tempat tertambatnya sebuah perahu kecil yang digunakan tim penelitinya untuk pergi ke tempat penelitian lima puluh meter ke tengah laut. Bob merasa ingin menangis! Ia telah melepaskan tangkapan terhebatnya seumur hidup dengan percuma!
Anak itu menatap dengan sebal pelaut tampan itu mengemudikan perahu motor ke kapalnya yang kosong. Kedua perahu pengunjuk rasa tidak bergeming, sepertinya memutuskan untuk tetap tinggal di sekitar Seruling Belanda.
Bob menduga-duga apa yang dilakukan Cutter di kapal penelitinya sendirian saja, jaraknya terlalu jauh untuk melihat dengan jelas. Mungkin hanya memeriksa keadaan, memastikan peralatan sonarnya yang peka tidak dijamah oleh para Perompak Baru, pikir Bob.
Dalam usahanya untuk mengalihkan pikirannya dari ikan raksasa kembali ke kasus itu, Bob berlari-lari kecil ke toko pancing kecil tempat ia menyewa kail tadi.
"Mau mencoba lagi?" gadis berbikini itu tertawa. "Tak perlu membayar lagi kalau kau ingin menggunakan kail yang sama."
Bob tersenyum berterima kasih. "Tidak, terima kasih. Aku hanya ingin minta tolong."
"Silakan," gadis cantik itu mengangguk.
"Apakah kau punya teropong yang bisa kupinjam sebentar? Penting sekali -- aku hanya akan pergi ke dermaga di dekat pameran Seruling Belanda."
Gadis itu setuju dan mencari-cari di bawah meja kasir, lalu menyerahkan sebuah teropong kepada Bob. "Jangan sampai hilang," katanya memperingatkan. "Itu milik atasanku. Aku bisa dipecat kalau ia tahu aku meminjamkan teropongnya yang bagus kepada seorang asing. Apakah kau dari sekitar sini?"
Bob menyeringai dan menggelengkan kepala. "Tidak, aku dan teman-teman hanya berlibur di sini. Terima kasih atas teropongnya. Aku berjanji akan mengembalikannya."
Bob meletakkan teropong di depan matanya begitu tiba di dermaga, tepat di depan tempat penelitian Cutter. Ia terkejut melihat Cutter mengenakan pakaian menyelam. Bob ingat bahwa salah satu pelajaran dasar yang diterima Trio Detektif di sekolah menyelam di Rocky Beach adalah tidak menyelam sendirian.
Setelah memasang tabung udara dan kacamata selam, peneliti itu memandang sekilas ke arah perahu-perahu Perompak Baru, kemudian menceburkan diri ke air.
Bob menurunkan teropongnya. Apakah yang demikian pentingnya sehingga tidak dapat menunggu sampai Seruling Belanda berlayar besok? Bob tidak sempat memikirkan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Beberapa menit kemudian pria itu muncul di permukaan dan mulai memanjat tangga di samping kapalnya.
Bob dapat melihat bahwa Cutter menggenggam suatu benda kecil di tangannya. Benda itu terlihat seperti sebuah pistol. Mungkin salah satu dari blunder-apalah yang disebut-sebutnya di rumah Paman Atticus. Lempengan kuningan di laras dan gagang kayunya berkilau ditimpa matahari.
Bob menyingkir dari dermaga ketika ia melihat Cutter menanggalkan pakaian selamnya dan menyimpannya. Ia hendak kembali ke pantai -- dan ia membawa pistol itu! Bob kembali ke toko pancing dan mengembalikan teropong kepada sang gadis.
"Datanglah lagi jika kau ingin memancing," kata gadis itu. "Dan ajak teman-temanmu. Kami menyewakan kail termurah di teluk ini!"
Bob melambai sambil berlari ke dermaga Oscar Cutter. Penyelam itu baru saja menambatkan perahu motornya. Bob membaur dengan para turis yang mengantri, lalu berlari mendapatkan sepedanya ketika Cutter melemparkan pistol antik itu ke tempat duduk penumpang di mobil kecilnya dan mulai bergerak.
Bob membuat tanda tanya besar dengan kapur hijaunya di trotoar lapangan parkir dan mulai membuntuti dari jarak yang aman.
Bob Andrews merasa semakin lama ia mengayuh, semakin banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Seperti, ke manakah Cutter membawa pistol itu? Dan mengapa para pengunjuk rasa dari Perompak Baru tidak berusaha mencegahnya?
Bab XII
Menghubungi Rocky Beach!
Menjelang makan malam Jupiter dan Pete tiba kembali di rumah Atticus Jones. Anak-anak dapat mencium harumnya masakan lobster yang menerbitkan air liur mereka ketika mereka baru setengah jalan menuju pintu.
Pada saat mereka masuk, mereka hanya dapat meringis mendengar suara sumbang Titus dan Atticus yang menyanyikan salah satu lagu pelaut kegemaran mereka sambil sibuk di dapur. Bibi Mathilda tidak sabar dan berusaha membantu-bantu namun setiap kali diusir keluar oleh Atticus.
"Selamat datang kembali, Pelaut!" seru Atticus ketika anak-anak masuk ke dapur. "Meja untuk tiga orang? Kebetulan kami ada satu meja kosong dengan pemandangan menghadap ke teluk!"
"Masakan istimewa malam ini adalah udang karang panggang mentega, salad yang lezat, dan kue keju nikmat yang akan menggelitik selera Anda!" Titus menirukan pelayan rumah makan mewah.
Jupiter memandang berkeliling dapur, tersadar bahwa anggota ketiga biro mereka belum kembali. "Bob belum pulang juga?"
"Tidak kelihatan sepanjang hari!" Titus bernyanyi, memotong bonggol selada. "Kami kira ia bersama kalian."
"Kami berpencar," jawab Pete. "Kami sepakat untuk berkumpul lagi di sini saat makan malam."
"Ah," Atticus mengedipkan mata, "dan bagaimana dengan pengusutan kalian? Ada perkembangan baru yang menjanjikan?"
"Mungkin," jawab Jupiter, memikirkan Gaspar dan Pria Berpakaian Hitam. "Bolehkah kami mengadakan hubungan interlokal dengan telepon Paman, Paman Atticus? Aku berjanji kami akan mengganti ongkosnya."
"Ongkos apa? Hubungi siapa saja yang kau mau, Nak -- asal jangan sampai kalian terlambat makan saja," tukas pamannya.
Kedua detektif itu pergi ke ruang kerja Atticus yang berantakan. Jupiter menemukan pesawat telepon tua yang nomornya harus diputar dan menghubungi nomor langsung Chief Samuel Reynolds di Kepolisian Rocky Beach. Trio Detektif pernah bekerja sama dengan kepala polisi itu dalam beberapa kasus yang telah lewat. Meskipun kepala polisi itu menghargai mereka sebagai detektif sesungguhnya, seringkali ia merasa anak-anak, terutama Jupiter Jones, terlalu sering mencampuri urusan pihak berwajib. Chief Reynolds selalu beranggapan hanya ada garis tipis yang memisahkan pengabdi masyarakat dan pengganggu!
Pete memandang sekilas ke arah jam yang juga berfungsi sebagai barometer di dinding dan nampak cemas. "Wah, Jupe, sudah pukul enam lewat. Chief Reynolds mungkin telah pulang."
Namun kecemasan Pete tidaklah beralasan ketika kepala polisi itu mengangkat telepon pada deringan ketiga. Ia menjawab dengan tegas, "Reynolds."
"Selamat petang, sir. Ini Jupiter Jones. Bolehkah saya mengganggu Anda sebentar?"
Terdengar desahan enggan di ujung saluran. "Aku tidak punya waktu, Jones," tukas kepala polisi itu. "Ada perampokan tadi di pompa bensin Save-U-More -- kini aku harus bekerja lembur untuk menyelesaikan laporan!"
"Perampokan?" secara naluriah Jupiter ingin tahu lebih lanjut. "Save-U-More yang di bagian timur atau barat?"
"Sudahlah, Jones," geram kepala polisi itu. "Dengar. Mengapa kau tidak mencari kepala polisi lain untuk kau ganggu -- di Meksiko, misalnya."
Jupiter menutupi gagang telepon dengan telapak tangannya dan berbisik kepada Pete, "Ia sedang kesal. Aku harus cepat-cepat." Remaja gempal itu mengembalikan gagang telepon ke telinganya. "Sir, saya mengerti Anda sangat sibuk namun hal ini hanya perlu waktu sebentar." Ia menahan nafas, menunggu jawaban kepala polisi di ujung saluran. Akhirnya Chief Reynolds menyerah.
"Baiklah, Jones, apa maumu?"
"Terima kasih, sir."
"Ya, ya, kembali," tukas kepala polisi itu, "jangan lama-lama. Dan jangan gunakan kata-kata sukar!"
"Ada nomor polisi yang perlu Anda usut, sir. Nomor Oregon DLH 555. Mobilnya sebuah Ford hitam. Menurut saya, sedan model baru dengan empat pintu. Nama pemiliknya mungkin adalah 'H. KANE'," Jupiter juga menyebutkan alamat apartemen kecil itu. "Sudah? Hanya itu?" sindir kepala polisi itu. "Tidak sukakah kalian akan kegiatan anak-anak normal, seperti bermain bisbol? Atau berselancar? Dan apa yang kalian lakukan di Oregon?"
"Ceritanya panjang, sir," Jupiter meyakinkan.
"Pasti. Baiklah. Perlu waktu satu atau dua hari untuk memperoleh data dari Departemen Transportasi Oregon. Bisa diterima, Jones? Apakah setelah ini aku perlu menelepon Presiden Amerika Serikat untukmu?"
"Tidak, sir," Jupiter menyeringai. "Itu sudah cukup baik, sir."
Ia memberitahukan nomor telepon pamannya kepada Chief Reynolds dan memutuskan hubungan. "Wah, nyaris."
"Berapa lama?" tanya Pete.
"Katanya satu atau dua hari. Mulai besok kita punya satu minggu lagi, mudah-mudahan cukup untuk memecahkan kasus ini."
Bibi Mathilda memanggil dari dapur. "Jupiter! Pete! Bob! Ayo cuci tangan, waktunya makan!"
Mendengar nama Bob disebut, kedua anak itu teringat bahwa rekan mereka belum kembali juga. Mereka sedang melewati gudang belakang tempat Paman Atticus menyimpan pakaian selam antiknya dan peti Cakar Perunggu ketika Jupiter tiba-tiba berhenti dan meletakkan kedua belah telapak tangan di kepala.
"Benda itu hilang!"
"Maksudmu anak itu hilang," Pete membetulkan. "Di mana menurutmu Bob berada?"
Jupiter berdiri dengan kedua tangan di kening dan menggeleng-geleng tanpa daya. "Bukan -- memang maksudku benda itu hilang! Lihatlah!" Ia menunjuk ke arah peti. Peti yang telah dipasangi gembok istimewa oleh Atticus. Peti yang pernah menyimpan Cakar Perunggu, yang kemudian dicuri dan dikembalikan lagi. Peti itu kini kosong, tutupnya pecah seolah-olah dihantam sebuah kapak dengan keras!
"Ada yang mencurinya lagi!" Pete tersentak.
"Aku tidak dapat mengerti," Jupe bergumam sambil memeriksa peti rusak itu. "Mengapa mencurinya, hanya untuk mengembalikannya, dan kemudian mencurinya lagi? Sama sekali tidak rasional." Ia berdiri dan berjalan ke pintu belakang, mendorongnya. Pintu itu terbuka dengan mudahnya.
"Kunci pintu ini telah dirusak juga," katanya muram. "Ada yang bersusah-payah hanya untuk mengambil cakar itu."
"Lagi," kata Pete mengingatkan. "Mungkin ada hubungannya dengan Bob yang tidak muncul untuk makan malam. Pasti ada sesuatu yang sungguh penting jika Data sampai melewatkan lobster dan kue keju!"
Jupiter mengangguk dan mencubiti bibirnya. "Sebaiknya kita lapor Paman Atticus," putusnya. "Lalu mulai mencari Bob, mungkin ia berada dalam bahaya."
Anak-anak dengan murung kembali ke dapur. Mereka benci untuk melewatkan makan malam istimewa itu namun Bob perlu bantuan. Jupiter melaporkan bahwa rumah telah dibobol sekali lagi dan Cakar Perunggu telah dicuri lagi. Suasana ceria di sekitar meja segera berubah.
"Di-dicuri," Paman Atticus tergagap-gagap.
"Lagi?" Ia bangkit dari tempat duduknya dan menyerbu ke gudang. Ketika yang lain tiba di sana, Atticus Jones sedang berdiri di depan peti rusak itu sambil menariki kumis besarnya dan mengumpat-umpat ke arah langit-langit.
Bibi Mathilda tidak tahan lagi. Wanita itu masuk ke kamarnya, membuka koper, dan mulai berkemas-kemas, bibirnya terkatup rapat. "Tempat ini tidak aman lagi!" jeritnya. "Aku mau kalian anak-anak berkemas dan mengambil kantung tidur kalian dari kapal! Aku takkan tinggal di sebuah rumah yang dimasuki pencuri sesuka hati mereka! Rumah ini tidak aman, dengar itu!"
Jupiter dan Paman Titus berusaha menenangkan wanita itu namun tatapan marah Bibi Mathilda membuat mereka menutup mulut sebelum sempat bersuara.
Atticus menunduk dengan muram. "Kurasa bibimu benar," katanya. "Terlalu berbahaya bagi kita untuk tinggal di sini sebelum orang gila ini tertangkap!"
Jupiter menggamit Paman Titus.
"Kurasa Paman sebaiknya membawa Bibi Mathilda ke penginapan terdekat."
"Dan apa rencanamu, Nak?" kata pamannya dengan bijak. "Permainan ini sudah terlalu berbahaya. Menurutku sudah saatnya polisi mengambil alih sekarang."
"Kami cemas akan Bob," Jupiter menjelaskan. "Ia belum kembali dari pengintaiannya di Seruling Belanda. Aku hendak meminta tolong Paman Atticus mengantarkan kami mencari anak itu. Jika kami tidak dapat menemukannya, maka tidak ada pilihan lagi selain menghubungi polisi."
Paman Titus menimbang-nimbang sesaat, kemudian menyetujuinya dan membantu istrinya memasukkan barang-barang mereka ke bak belakang truk. Sekali lagi ia memperingatkan Jupe agar benar-benar berhati-hati. "Sepertinya ada orang tidak waras di luar sana. Aku tidak ingin kalian anak-anak pergi sendirian!"
Jupiter berjanji bahwa ia dan Pete akan berusaha untuk tetap bersama Paman Atticus sepanjang waktu sementara mereka semua naik ke truk.
"Ke pameran Seruling Belanda," Jupiter memberi aba-aba. "Dan buka mata terhadap tanda tanya yang dibuat dengan kapur hijau!"
Bab XIII
Hantu Si Janggut Hitam
Kaki Bob gemetar sementara ia berusaha mengimbangi mobil putih Oscar Cutter yang melaju menuju kota. Untuk kesepuluh kalinya anak itu berpikir, seandainya ia mengendarai sepeda gunungnya yang bergigi lima, yang diperolehnya sebagai hadiah Natal tahun lalu, membuntuti tersangka jauh lebih mudah dengannya. Paling tidak di Rocky Beach Trio Detektif bisa memanfaatkan layanan Worthington!
Worthington adalah supir berkebangsaan Inggris yang mengemudikan Rolls Royce mewah, yang dimenangkan Jupiter dalam sebuah kontes. Berkat kebaikan hati seorang klien yang sangat berterima kasih, Trio Detektif bisa menggunakan mobil mewah itu tanpa batas dan Worthington telah menjadi seorang sahabat sekaligus 'Penyelidik Keempat tidak resmi.'
Namun hari ini Worthington berada ratusan mil jauhnya dan Bob sendirian, mengayuh sepeda antik Atticus Jones!
Remaja berambut pirang itu menghembuskan nafas lega dan mulai memperlambat kayuhannya ketika melihat mobil kecil Cutter berbelok masuk ke jalan raya. Berhati-hati, Bob menjaga jarak satu blok di belakang peneliti itu. Ia terheran-heran melihat Cutter membelokkan mobil ke dalam sebuah lorong sempit di belakang deretan toko yang pernah dimasukinya dan Pete ketika melarikan diri. Bob memarkir sepeda tuanya di tempat parkir terdekat dan mengintip di sudut jalan.
Cutter sedang berdiri di depan pintu belakang markas Perompak Baru dari Barat -- dan ia menggenggam pistol yang belum lama diambilnya dari dasar laut! Bob mengamati dan kemudian mengendap-endap mendekat untuk dapat melihat lebih jelas. Apa yang dilakukan seorang peneliti kapal karam di tempat orang-orang yang memprotes dan mengancamnya? Bob sempat berpikir bahwa penyelam itu mungkin hendak menjual pistol itu kepada Perompak Baru sebagai tambahan koleksi museum mereka. Namun kemudian ia teringat akan perkataan Jupe bahwa semua yang dipamerkan adalah imitasi belaka -- lagipula, segala sesuatu yang ditemukan Cutter tentu menjadi milik universitas yang membiayai penelitiannya.
Tak lama kemudian pintu terbuka dan Cutter tanpa bersuara disilakan masuk ke dalam pos pemadam kebakaran yang gelap. Bob menggigiti kukunya dengan gelisah. Apa yang harus dilakukannya? Anak yang bertanggung jawab akan Catatan dan Riset tidak ingin terpisah dari teman-temannya jika ia memutuskan untuk membuntuti Cutter ke dalam. Pete melakukan hal itu dalam kasus sebelumnya di Inggris, Misteri Warisan Hitchcock, dan hasilnya ia terkurung di ruang penyimpan anggur sepanjang hari! Bob tidak ingin mengulangi kesalahan temannya.
Dengan muram Bob memikirkan segala alat yang dirancang Jupiter untuk menangani kasus seperti ini. Sungguh akan berguna alat-alat itu baginya sekarang! Ia sedikit kesal terhadap Jupe yang hanya membawa kapur khusus mereka namun sadar bahwa ia sendiri patut disalahkan. Ia seharusnya tahu bahwa suatu liburan pun dapat berubah menjadi bahaya jika ada Jupiter Jones!
Bob memutuskan bahwa ia harus puas dengan kapur untuk saat ini. Ia membuat sebuah tanda tanya besar berwarna hijau di dinding dan beberapa lagi sementara ia mendekati pintu belakang markas Perompak Baru. Ketika ia telah mencapai pintu yang tadi dimasuki Cutter, ia berlutut dan menggambar satu lagi tanda tanya dan tanda panah di lantai. Sambil menarik nafas panjang dan mengumpulkan segenap keberaniannya, Bob memasuki bagian dalam yang gelap.
Hidungnya segera mencium bau cat basah dan serbuk gergaji. Ruangan lembab itu hanya diterangi oleh cahaya matahari yang masuk melalui jendela kaca berwarna yang menghadap jalan raya. Bob membiarkan matanya terbiasa dengan keremangan ruangan itu selama beberapa saat, lalu berjingkat-jingkat maju.
Brak! Ia menabrak sebuah kuda-kuda gergaji dengan gergaji di atasnya. Bunyi yang ditimbulkan terasa sungguh kencang memecah kesunyian bangunan besar itu. Bob mengumpat tertahan, mengatupkan gigi, dan mendengarkan. Setelah beberapa menit di dalam kesunyian, yakin akan tertangkap basah dengan senter yang disorotkan ke arahnya, Bob melanjutkan langkahnya ke bagian depan ruangan.
Melihat turis-turis di luar jendela besar itu membuat perasaan Bob sedikit lebih baik. Ia tahu kalau ada bahaya, paling tidak ia akan dapat menggedor kaca jendela dan berteriak minta tolong -- bahkan memecahkannya kalau terpaksa!
Ia mengendap-endap di lantai bawah, mencari petunjuk, dan ketika merasa lebih percaya diri, mulai menaiki tangga menuju ke lantai dua. Cutter pastilah ada di sana!
Setelah tiba di atas kepercayaan diri Bob luntur. Hanya ada beberapa jendela kecil di ruangan besar itu dan secercah cahaya matahari yang masuk hanya menimbulkan bayang-bayang menyeramkan. Ia menggambar satu lagi tanda tanya di anak tangga teratas.
Bob menelan ludah dan kembali maju dengan tangan terentang ke depan bagaikan antena, berjaga-jaga kalau-kalau ada lagi kuda-kuda gergaji di depannya. Tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu yang membuatnya tersentak penuh keringat dingin. Rasanya seperti tangan manusia -- namun dingin, bagaikan tangan mayat!
Bob berteriak tertahan dan menarik tangannya penuh kengerian. Lalu, berkat cahaya lemah yang menerobos masuk, ia melihat benda yang disentuhnya.
Itu hanyalah patung lilin William Evans -- yang lebih dikenal oleh Bob sebagai Perompak Ungu. Dengan matanya yang mulai terbiasa dengan cahaya remang-remang Bob dapat melihat bahwa ada beberapa patung lilin yang tersebar di ruangan besar itu. Hal ini tidak membuatnya merasa lebih baik. Matanya menatap patung-patung itu satu per satu -- begitu ia mengalihkan tatapan ke patung yang lain, patung yang sebelumnya seolah-olah bergerak sedikit. Begitu ia menatap yang lain lagi, patung yang pertama seolah-olah siap menghantamnya.
Sambil menggigiti kuku-kukunya lagi Bob memaksa diri meneruskan pencariannya terhadap Kapten Cutter. Ketika penyelidik bertubuh kecil itu telah tiba di dinding seberang museum itu tanpa menemukan tanda-tanda si penyelam, ia menghembuskan nafas lega. Ia nyaris gembira karena tidak menemukannya. Satu-satunya yang ingin ia lakukan adalah kabur dari ruangan seram ini! Bob memutuskan bahwa cukup sudah penyelidikan yang dilakukannya untuk hari itu dan ia ingin pulang dan berpesta lobster untuk makan malam.
Setelah mengambil keputusan itu, Bob mulai berjalan dengan cepat namun tanpa suara, melintasi ruangan, menuju ke tangga.
"Aaaahhhhhhhhhh!"
Sekonyong-konyong ketakutan terbesarnya menjadi kenyataan. Ketika ia berjalan melewati patung William Teach, lebih terkenal sebagai Si Janggut Hitam, sosok tinggi itu menggeram marah dan melompat turun dari landasan tempatnya berdiri!
Anak bertubuh kecil itu menjerit kencang penuh ketakutan dan terhuyung ke belakang, menimpa sebuah benda pameran, dan menjatuhkannya ke lantai dengan suara keras! Bob berlari melintasi ruangan sambil dilanda kengerian, otaknya berusaha memerintahkan kakinya agar bergerak -- dan bergerak dengan cepat!
Si Janggut Hitam mendesis sambil mendekati Bob, sepatu larsnya berdencing di lantai sementara ia semakin mendekat. Salah satu matanya tertutup kain dan yang lain menatap dengan tidak waras. Janggut Hitam mencabut sebilah belati panjang dari sabuknya. "Ini yang kami lakukan terhadap para pencuri!" ia meringis bengis, menggerakkan jari seolah-olah memotong lehernya.
Bob menelan ludah dan menghambur ke tangga. Baru dua anak tangga dilewatinya ketika sebuah jala nelayan yang besar menyelubunginya dan membuatnya terjatuh ke lantai. Ia menendang-nendang jala itu dengan liar namun hal itu hanya membuatnya semakin erat terjerat.
Si Janggut Hitam berdiri di depannya dan mengejek. "Mungkin aku harus membiarkanmu hidup sebagai umpan! Aku ingin tahu apa yang bisa kutangkap dengan anak yang suka ikut campur sebagai umpan di kailku!" Perompak itu mencibir, meraih ujung-ujung jala, dan menyeret Bob di lantai.
"Mudah-mudahan kau telah memberi ciuman selamat tinggal kepada ibu dan ayahmu, Teman," katanya bengis, "karena yang akan kau temui berikutnya adalah Setan Laut! Ha ha ha!"
Bab XIV
Bob Dalam Bahaya!
Setelah Jupiter dan Pete memanjat naik ke dalam kabin truk Paman Atticus, Jupe meminta pamannya pergi ke pameran Seruling Belanda.
"Di sanalah Data seharusnya berada. Jika ia mendapat kesulitan, mungkin ia meninggalkan petunjuk bagi kita di sana."
Matahari mulai menghilang di bawah kaki langit dan langit berona campuran biru, jingga, dan ungu. Sementara pamannya mengemudikan kendaraan tua itu sepanjang jalan pantai, Jupiter menyaksikan kabut bergumpal-gumpal di atas ombak yang memecah di pantai. Ia mencubiti bibirnya, cemas akan bahaya yang mungkin mengancam Bob.
***
Ketika Bob Andrews diseret menuruni tangga di bekas pos pemadam kebakaran, ia berhasil mengeluarkan kapur hijau dari saku depan celananya. Dalam kegelapan yang mencekam Si Janggut Hitam tidak dapat melihat garis hijau panjang yang ditinggalkan Bob di lantai sementara ia diseret ke pintu belakang yang beberapa saat lalu dimasuki Cutter.
Bajak laut itu menoleh dan menatap Bob dengan matanya yang tidak tertutup sambil mengikat pergelangan tangan dan kaki anak itu dengan pita perekat barang. "Kau harus tutup mulut kalau kau ingin tetap sehat. Siapa tahu aku akan menjadikanmu budak dan tidak melemparkanmu ke ikan-ikan hiu!"
Bob menelan ludah dan mengangguk ke arah bajak laut itu. Ketika potongan pita perekat yang tebal direkatkan di mulutnya, anak bertubuh kecil itu tiba-tiba menyadari bahwa dalam dua kesempatan Trio Detektif melihat Connie Bly, orang itu selalu mengenakan penutup mata. Dugaan Bob tentang identitas asli perompak itu terbukti benar ketika Si Janggut Hitam mengangkat Bob dalam jalanya dan melemparkannya ke bagian belakang sebuah mobil kecil berwarna putih, menutupkan selimut tebal di atasnya. Jadi Connie Bly ada di balik semua ini!
Tidak sulit bagi Bob untuk membayangkan perompak itu terlibat dalam suatu kejahatan. Ia menduga Bly adalah seorang pencuri profesional yang disewa oleh seseorang yang berminat akan bajak laut atau kapal karam.
Sementara mobil kecil itu berjalan, Bob meraba-raba lantai di sekitarnya dengan jari-jarinya, mencari-cari sesuatu yang dapat digunakan untuk memotong pita perekat di pergelangan tangan dan kakinya. Jemarinya menyentuh sesuatu yang keras dan dingin. Setelah meraba-raba permukaan yang kasar dengan jarinya, Bob tiba-tiba menyadari benda yang disentuhnya -- Cakar Perunggu! Hatinya melonjak namun hanya untuk sesaat. Cakar itu tidak berguna untuk membebaskan tangan dan kakinya. Ia melanjutkan mencari-cari. Tangannya meraba beberapa lembar kertas dan secara naluriah memasukkannya ke dalam saku, bisa jadi kertas-kertas itu berisi nama atau alamat orang yang mempekerjakan Bly!
Ketika pencariannya sia-sia, Bob menggambar sebuah tanda tanya kasar di lantai dengan kapurnya, lalu menyibukkan diri dengan berusaha menyingkirkan selimut di atasnya, cukup untuk memungkinkannya melihat keluar melalui kaca belakang.
Baru saja ia berhasil, mobil itu berhenti. Melalui kaca yang gelap Bob dapat melihat tiang layar kapal yang menjulang tinggi dengan matahari terbenam di latar belakangnya. Bly telah membawahnya ke Seruling Belanda! Tapi mengapa?
Kemudian Bob mendengar pintu mobil ditutup dan kesunyian yang cukup lama. Sepuluh menit berlalu. Ia mulai berpikir bahwa Bly telah meninggalkannya ketika bajak laut besar itu kembali dan membuka pintu belakang.
Bajak laut itu mendesis tajam di telinga Bob. "Jangan bergerak sedikit pun -- jangan bersuara atau kau akan menjadi umpan ikan hiu! Anggukkan kepalamu jika mengerti."
Bob mengangguk.
"Bagus. Ingat, jangan bersuara sedikit pun."
Perompak itu membungkus Bob dengan selimut, mengangkatnya, dan memanggulnya. Kini Bob dapat mencium bau air laut yang asin dan mendengar deburan ombak. Ia terlonjak-lonjak sementara Bly berjalan cepat menuju pintu masuk kapal. Bob berusaha mengingat-ingat tata letak kapal besar itu dan segera menduga bahwa ia sedang dibawa ke bawah geladak.
Bly berhenti mendadak dan Bob mendengar sebuah pintu dibuka. Pencuri itu menjatuhkannya bagaikan sekantung kentang ke atas sebuah ranjang dan menyingkirkan selimut dan jala.
"Jangan macam-macam," geramnya. "Kau tahu apa yang akan terjadi..." ejeknya, menggerakkan jari di depan leher lagi.
Bob mengangguk sekali lagi, lalu, setelah Bly pergi, menggunakan jari-jarinya untuk melepaskan pita perekat di mulutnya, menimbulkan rasa nyeri. Pada saat itu Bob teringat akan pisaunya. Tentu saja! Ia ingin menendang dirinya sendiri! Ia tidak pernah pergi ke mana pun tanpa pisau lipatnya. Ia begitu panik sehingga melupakan pisau itu!
Bob menggerakkan tangannya yang terikat ke saku depannya. Ia bersyukur Bly tidak repot-repot menggeledahnya. Jari-jarinya menyentuh pisau kecil itu. Pisau itu terlepas dari tangannya yang berkeringat. Dengan berkonsentrasi penuh Bob meraih ke dalam sakunya dan akhirnya berhasil mengeluarkan pisau itu. Dengan ujung-ujung jarinya anak bertubuh kecil itu membuka mata pisau dan dengan hati-hati mulai memotong pita perekat yang mengikat tangannya.
Setelah beberapa menit tangannya bebas. Dengan cepat ia memotong ikatan pergelangan kakinya, lalu mengamati sekeliling. Ia dikurung di sebuah kabin penumpang di lantai bawah kapal. Hanya ada sebuah pintu dan tidak ada jendela kecuali jendela bundar di pintu.
Bob memeriksa pintu itu. Engsel-engselnya terlalu besar untuk dicongkel dengan pisau lipat kecilnya -- namun jendela bundarnya nampak cukup besar bagi seorang anak bertubuh kecil untuk menyusup keluar! Dengan menggunakan mata pisau petugas Catatan dan Riset mulai mencopoti baut-baut jendela.
Pekerjaan itu memakan waktu lama. Keringat menetes dari keningnya sementara ia dengan penuh semangat mulai membuka baut terakhir. Sekonyong-konyong ia mendengar suara! Siapa lawan bicara Bly? Oscar Cutter? Apakah mereka bekerja sama? Ataukah itu Pria Berpakaian Hitam -- atau Gaspar St. Vincent?
Bob menempelkan daun telinganya ke kaca, berusaha mendengar perkataan mereka. Tidak ada gunanya, mereka terlalu jauh. Kemudian ia mendengar langkah-langkah kaki mendekat. Bob melemparkan dirinya ke ranjang, menjatuhkan kapur dan pisaunya ke dalam saku, dan menempelkan potongan pita perekat kembali di mulut, tangan, dan kakinya.
Ia hanya dapat berharap Bly tidak menyadari bahwa baut-baut di jendela telah dicopot dan ikatannya telah dipotong! Perompak berwajah bengis itu masuk ke ruangan dan mengangkat Bob di bahunya. "Layanan kamar," ejeknya. "Saatnya memindahkanmu ke tempat baru. Tidak sebesar ini namun ingat, jika kau berkelakuan baik, kau mungkin bisa hidup cukup lama untuk bercerita tentang semua ini!"
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar